Pantau Flash
HOME  ⁄  Internasional

Demonstrasi "Bloquons Tout" Berujung 675 Penahanan, Pemerintah Prancis Siap Hadapi Gelombang Aksi Baru

Oleh Leon Weldrick
SHARE   :

Demonstrasi "Bloquons Tout" Berujung 675 Penahanan, Pemerintah Prancis Siap Hadapi Gelombang Aksi Baru
Foto: Jalanan diblokade dengan tong sampah saat terjadi aksi unjuk rasa di Paris, Prancis, Rabu (10/9/2025). Aksi tersebut merupakan bagian dari gerakan protes "Bloquons tout" (Mari kita blokir semuanya) yang berniat menentang kebijakan pemerintahan Presiden Prancis Emmanuel Macron (sumber: Xinhua​​​​​​​/Aurelien Morissard)

Pantau - Pemerintah Prancis menahan sedikitnya 675 orang, termasuk 280 orang di Paris, setelah demonstrasi besar bertajuk "Bloquons Tout" (Blokir Semuanya) menolak reformasi anggaran negara berakhir ricuh.

Ratusan Orang Ditahan Polisi di Paris

Kementerian Dalam Negeri Prancis melaporkan 549 orang ditangkap polisi sejak Rabu (10/9) hingga Kamis (11/9).

Kepala kepolisian Paris Laurent Nunez menyebut penahanan terbesar terjadi usai bentrokan di Place des Fetes.

"Pagi ini kami menangkap 280 orang, termasuk sejumlah besar yang sudah ada dalam tahanan polisi," ungkap Nunez, seraya menambahkan 164 orang masih ditahan hingga Kamis pagi.

Ia menyebut demonstrasi itu sebagai sebuah "kegagalan" karena pemblokiran jalan tidak berhasil meski ada banyak upaya.

Tercatat sedikitnya 10 upaya pemblokiran jalan lingkar Paris gagal, penyerbuan stasiun kereta Gare du Nord juga digagalkan, serta terjadi aksi sporadis di sekolah menengah dan terminal bus.

Ketua Senat Prancis Gerard Larcher turut menilai aksi tersebut "gagal".

Meski begitu, unjuk rasa kecil masih berlangsung, termasuk blokade di Nantes dan Universitas Sciences Po di Paris yang berhasil dicegah polisi.

Nunez menegaskan aparat akan mempertahankan "tekad yang sama, kewaspadaan yang sama, dan doktrin yang sama" dalam menghadapi aksi serupa ke depan.

Gelombang Aksi Baru 18 September

Serikat pekerja menyerukan gelombang baru demonstrasi pada 18 September di seluruh Prancis, termasuk di Paris.

Rute protes belum ditetapkan karena polisi belum menyetujui titik akhir unjuk rasa.

Gerakan protes ini berasal dari akar rumput di media sosial yang menyerukan warga untuk "memblokade semuanya" pada 10 September guna menghentikan aktivitas nasional sebagai protes atas rencana APBN yang diajukan Francois Bayrou saat menjabat perdana menteri.

Gerakan diprakarsai kelompok daring kecil "Les Essentiels" yang menyatakan "pada tanggal 10, kita blokade semuanya, bukan untuk kabur, untuk berkata tidak".

Aksi mendapat momentum setelah partai kiri-ekstrem La France Insoumise (LFI) menyatakan dukungan.

Organisasi serikat buruh Prancis juga menyerukan mobilisasi massa pada 18 September untuk menolak APBN Bayrou.

Ketegangan politik meningkat setelah Bayrou gagal mempertahankan pemerintahannya usai kalah dalam mosi percaya di Majelis Nasional pada Senin (8/9).

Bayrou sebelumnya mengajukan rencana penghematan hingga 44 miliar euro untuk menekan utang negara sebesar 113 persen dari PDB.

Presiden Emmanuel Macron menunjuk Menteri Pertahanan Sebastien Lecornu sebagai perdana menteri baru pada Selasa (9/9).

Lecornu ditugaskan berkonsultasi dengan partai-partai politik sebelum membentuk pemerintahan baru.

Prancis saat ini menghadapi defisit anggaran 5,8 persen, salah satu yang tertinggi di Uni Eropa.

Negosiasi APBN menjadi sumber ketegangan utama antar faksi politik, setelah sebelumnya kegagalan menyepakati APBN 2025 menyebabkan runtuhnya pemerintahan Michel Barnier pada Desember lalu akibat mosi tidak percaya.

Penulis :
Leon Weldrick