billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Lifestyle

Apa Hubungan Antara Dokter Impor dan Mahalnya Harga Obat di Indonesia?

Oleh Latisha Asharani
SHARE   :

Apa Hubungan Antara Dokter Impor dan Mahalnya Harga Obat di Indonesia?
Foto: Ilustrasi obet (Freepik)

Pantau - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa harga obat di Indonesia bisa tiga hingga lima kali lipat lebih mahal dibandingkan dengan Malaysia. Selain itu, menkes juga menyebutkan bahwa perbedaan harga tersebut disebabkan oleh imbas biaya penjualan dan pemasaran yang ada di Indonesia atau inefisiensi dalam perdagangan dan jual beli obat serta alat kesehatan, bukan karena pajak.

"Tadi disampaikan bahwa perbedaan harga obat itu 3 kali, 5 kali dibandingkan dengan di Malaysia misalnya. 300 persen kan, 500 persen," kata Menkes Budi Gunadi Sadikin seperti dilansir dari Antara, Jumat (05/07).

"Pajak kan gampangnya paling berapa, pajak kan 20 persen, 30 persen, nggak mungkin, bagaimana menjelaskan bedanya 300 persen, 500 persen. Sesudah kita lihat ada itu tadi, inefisiensi dalam perdagangannya, jual belinya, banyaklah masalah tata kelola, pembeliannya," lanjutnya.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa persoalan harga obat harus diperbaiki agar lebih transparan untuk mengurangi biaya-biaya yang tidak perlu dikeluarkan. 

Selain itu, ia juga meyakini bahwa terdapat hubungan antara mahalnya harga obat di Indonesia dengan biaya yang perlu dikeluarkan oleh peserta didik kedokteran untuk mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP).

Diketahui bahwa biaya yang perlu dikeluarkan untuk mendapatkan STR dan SIP berkisar Rp.6 juta per orang, dan setiap tahun rata-rata ada 77 ribu sertifikat penerbitan STR untuk dokter spesialis. 

Isu Dokter Impor

Belum lama ini, merebak isu dokter impor yang disebut-sebut merupakan rencana yang berbahaya dan menuai kontroversi. Hal ini karena tentunya rencana tersebut mendapat penolakan dari kalangan dokter dalam negeri. 

Salah satunya adalah Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga yang dipecat karena menolak rencana tersebut. Pemecatan biasanya merupakan permainankekuasaan kepada para dokter untuk memunculkan efek jera akibat praktek saling menguntungkan antara dokter dengan perusahan farmasi.

Dari sisi strategis, rencana ini juga berlawanan dengan ketahanan negara di satu sisi. Di sisi lain, rencan aini tidak sejalan dengan spirit yang sedang berkembang.

Dengan menolak rencana tersebut, para dokter terancam jabatan dan karir mereka, seperti yang dialami oleh Dekan Unair tersebut.

Hubungan Antara Dokter dengan Perusahaan Farmasi

Melansir dari laman Kemenkeu, disebutkan bahwa obat yang penyerahannya harus dengan resep dokter tidak dapat dipromosikan kepada masyarakat umum. Medical representaves selaku wakil perusahaan farmasi melakukan promosi sekaligus menginformasikan perkembangan jenis obat dan alat kesehatan langsung kepada dokter. Selain mempromosikan produk, seringkali juga menawarkan kegiatan seminar dan workshop dalam rangka meningkatkan pengetahuan bagi dokter.

Sehingga tercipta hubungan yang saling menguntungkan antara perusahaan farmasi dan dokter. Namun, hubungan yang saling menguntungkan tersebut dapat menimbulkan konflik kepentingan karena perusahaan farmasi dan alat kesehatan bertujuan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya sebagai pelaku bisnis. Sedangkan dokter memiliki kewenangan untuk meresepkan obat dan alkes serta memiliki kewajiban untuk mengembangkan pengetahuannya.

Di sisi lain, dokter dicurgai mendapatkan kompensasi dari industri sebagai imbalan untuk meresepkan obat yang mahal kepda pasiennya. Praktek ini memiliki dua pandangan; sebagian menganggap bahwa praktek ini adalah hal yang normal, sedangkan sebagian yang lain mengatakan bahwa ini adalah praktek yang harus dibatasi.

Penulis :
Latisha Asharani