
Pantau - Kasus pelecehan seksual merupakan suatu kasus yang cukup mengkhawatirkan, lantaran kasus ini terjadi tanpa melihat gender ataupun usia. Hal yang membuat lebih mengkhawatirkan adalah banyak korban yang bungkam untuk melaporkan kasusnya. Sehingga menjadi sulit untuk penegak hukum mengulik dan membrantas kasus pelecehan ini dari akarnya.
Tapi sebenarnya apa itu pelecehan seksual?
Pelecehan seksual sendiri merupakan suatu bentuk perilaku yang mengarah pada hal-hal seksual. Pelecehan seksual juga dapat diartikan sebagai perilaku merendahkan atau menghina seseorang berdasarkan jenis kelamin. Kondisi ini dapat menimbulkan reaksi negatif seperti halnya, malu, marah, benci, tersinggung, dan lain sebagainya.
Pelecehan seksual secara verbal mencakup beberapa ucapan yang menyasar pada seksualitas seseorang, yang dilakukan dengan paksaan, intimidasi, ancaman, penahanan, tekanan psikologis, dan penyalahgunaan kekuasaan.
Pada umumnya pelecehan seksual terjadi dengan korban perempuan. Kasus-kasus seperti ini banyak menyasar pada korban perempuan dan pelaku laki-laki. Walau demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa korban laki-laki juga nggak sedikit.
Terdapat beberapa survei dan penelitian yang menemukan sebuah kenyataan miris tentang pelecehan pada laki-laki yang cukup mengejutkan. Seperti halnya pada survei yang dilakukan Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) dimana dalam survei tersebut melibatkan 62.224 responden. Pada survei tersebut ditemukan kenyataan bahwasanya 1 dari 10 laki-laki pernah mengalami pelecehan seksual di ruang publik.
Baca juga: Psikolog Klinis Ungkap Stereotipe Maskulintas Buat Korban Pelecehan Pria Bungkam
Tidak hanya itu, berdasarkan laporan studi kuantitatif barometer kesehatan gender yang dipublikasikan oleh Indonesia Judicial Research Society (IJRS) dan INFID pada tahun 2020 mengatakan 33% laki-laki mengalami kekerasan seksual, dimana terkhusus pada kasus pelecehan seksual.
Selanjutnya data yang disampaikan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan bahwasanya korban kekerasan seksual di tahun 2018 lebih banyak dialami oleh anak laki-laki. Data tersebut menunjukkan dengan jelas 60% anak laki-laki dan 40% anak perempuan menjadi korban kekerasan seksual.
Data-data diatas cukup mencengangkan dan mengejutkan, dimana kasus pelecehan seksual pada laki-laki pada kenyataannya bukan lagi kasus-kasus kecil, melainkan sudah mencapai kasus-kasus yang cukup darurat.
Kasus pelecehan seksual pada laki-laki juga diperkuat dalam data yang disampaikan oleh kementrian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak pada tahun 2017. Pada data yang diambil menunjukkan pada rentan usia 13-17 tahun prevalensi kekerasan seksual nyatanya terlihat lebih tinggi pada laki-laki. Hal ini menunjukkan nilai dua kali lipat, dimana prevalensi kekerasan seksual pada laki-laki diangka 8,3% dimana angka prevalensi kekerasan seksual ini lebih tinggi dibanding pada perempuan yang berada di angka 4,1%.
Pada kenyataannya toxic masculinity adalah penyebab utama yang membuat banyak orang yakin bahwa kasus-kasus pelecehan seksual pada laki-laki yang berperan sebagai korban adalah hal yang nggak masuk akal. Ungkapan lainnya juga ikut tercipta, seperti laki-laki selalu menginginkan hubungan seksual, jadi kemungkinan besar nggak bisa di perkosa. Selain itu laki-laki dianggap mampu melawan, sehingga seharusnya bisa terhindar dari kasus pelecehan seksual.
Baca juga: Bagi Perempuan, Ini Cara Menghindari Pelecehan Seksual di Tempat Umum
Berawal dari ungkapan-ungkapan tersebut, yang berkembang menjadi sebuah keyakinan yang dipercaya banyak orang bahwasanya laki-laki tidak bisa mengalami kekerasan seksual. Ungkapan ini akhirnya, menyebabkan pada banyak kasus membuat laki-laki memilih untuk bungkam dan menutup mulut terhadap kasus yang dialaminya.
Hal tersebut dikarenakan kebanyakan laki-laki seringkali merasa lemah, nggak berharga, ataupun merasa kehilangan kejantanannya, hal ini cenderung dianggap karena dirinya yang nggak bisa melindungi diri sendiri.
Hal ini sejalan dengan yang disampaikan dalam jurnal “Conflict-related sexual violence against men and boys” yang ditulis oleh Wynne Russell pada tahun 2007. Pada jurnal tersebut disampaikan bahwa saat menjadi korban kekerasan seksual, pada umumnya laki-laki cenderung enggan untuk melaporkan kasus yang dialami.
Berdasarkan data-data stasitik yang ada, yang tentu masih terbatas, ditemukan bahwasanya kekerasan seksual pada laki-laki ada, namun sebagian besar tidak terdokumentasikan.
Salah satu contoh kasus adalah seorang mahasiswa yang di wawancarai dan bersedia ceritanya disampaikan oleh mimbaruntan.com. Mahasiswa tersebut bernama Iqbal (bukan nama sebenarnya). Iqbal mengalami pelecehan seksual pada tahun 2019 yang cukup membuatnya tak percaya akan mengalami kasus pelecehan seksual tersebut.
Pada kasus ini Iqbal menceritakan bagaimana dirinya mengalami pelecehan seksual. Kejadian tersebut terjadi sekitar pukul 7 pagi saat dirinya tengah bersiap untuk berangkat kuliah. Namun sayangnya pada saat dirinya sedang menikmati waktu mandinya, seseorang tak dikenal mengintip Iqbal melalui selah-selah ventilasi kamar mandi.
Kasus tersebut cukup membuat Iqbal merasa khawatir dan takut bahwa suatu saat dirinya akan mengalami hal yang sama kembali. “Belum berdamai dengan peristiwa itu, karena kapanpun hal itu bisa kita jumpai lagi, masih khawatir lah! Belum trauma sih, tapi tetap waspada karena kasus seperti ini benar-benar ade,” ucapnya.
Berdasarkan kasus ini, secara nggak langsung kita belajar bagaimana kasus pelecehan seksual, perlu dianggap serius dan menjadi tugas bersama dalam menyelesaikannya. Nggak hanya itu, nyatanya pelecehan seksual ini memiliki dampak serius secara psikis maupun fisik bagi para korban.
Seorang dosen dan psikolog bernama Viva Darma Putri menyebutkan bahwa trauma tidak melulu terjadi hanya saat adanya sentuhan fisik. Diintip dalam kamar mandi yang merupakan area privasi seseorang, juga dapat menyebabkan paranoid bagi beberapa orang.
Kemudian, apabila paranoid tidak dihadapi dengan baik maka akan berujung pada kondisi gangguan psikis yaitu Paranoid Personality Disorder (PPD). Paranoid personality disorder merupakan gangguan mental yang melibatkan cara pikir yang eksentrik dan menyebabkan penderitanya mudah takut. Kondisi ini ditandai dalam beberapa gejala seperti sering berpikir aneh dan berkhayal, bahkan sering menaruh kecurigaan, hingga tidak bisa percaya sama orang lain.
Selain itu, seorang psikolog bernama Annelia Sari Sani, S.Psi, Psikolog dalam program e-Life (20/01/2023) mengatakan, “Kemudian dampak pada korban pelecehan seksual laki-laki, ini akan merasakan malu yang amat sangat besar. Karena merasa tidak bisa melindungi diri sendiri. Karena dalam budaya kita, laki-laki itu selalu diposisikan sebagai pelindung atau protector. Ketika dia merasa tidak bisa melindungi dirinya sendiri, bagaimana dia bisa melindungi orang-orang yang diposisikan lebih lemah dibanding dia.”
Baca juga: Viral Wanita Mengaku Jadi Korban Pelecehan Seksual Sejumlah Anggota TNI AD
Apabila korban mengalami pelecehan seksual lebih dari satu kali dan kemudian tidak ada penanganan lebih lanjut kepada korban, tidak menutup kemungkinan korban akan mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) atau bahkan Complex PTSD.
"Tidak menutup kemungkinan akan mengalami PTSD (Post Traumatic Stress Disorder), atau bahkan level yang sangat berat menjadi Complex PTSD. Terutama bila pengalaman traumatiknya tidak dialami hanya sekali, tapi berulang kali," ungkap Annelia.
Besar kemungkinan seseorang yang mengalami pelecehan seksual akan mengalami trauma secara fisik maupun psikis. Tentu bagi mereka yang mengalami trauma atau bahkan mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) perlu secara perlahan mengatasi traumanya dan berdamai dengan diri sendiri. Berikut beberapa tips mengatasi trauma yang dialami sebagai korban pelecehan seksual yang dikutip dalam laman halodoc.com:
- Melakukan Terapi dengan Seorang Profesional
- Terbuka dan Bercerita dengan Orang Terdekat
- Mulai Menerima Keadaan
- Mencintai Diri Sendiri
Kemudian selain mengatasi trauma, tentu para korban perlu untuk dapat mulai merima dirinya dan mulai menerima keadaan yang dialami olehnya. Hal tersebut tentu bukanlah hal yang mudah, tapi juga bukan hal yang harus dihindari oleh para korban. Berikut beberpa tipsnya berdasarkan laman cxomedia.id:
- Cobalah bercerita pada orang yang paling kamu percayai. Namun, sebelum itu pastikanlah orang yang akan mendengarkan ceritamu adalah seseorang yang memiliki pemikiran terbuka, seperti tidak menyudutkanmu, mendukung penuh, berempati, dan tetap tenang.
- Selanjutnya, hilangkanlah rasa malu pada diri kamu sendiri, karena penyebab itu semua bukanlah kamu. Jika kamu nggak bisa membela diri saat kejadian, itu adalah reaksi alami dari tubuhmu akibat rasa trauma, jadi jangan pernah menyalahkan dirimu.
- Percayalah, siapapun pelakunya, bukan kamu yang harus disalahkan, melainkan pelaku, dan yang seharusnya malu adalah dia bukan kamu.
- Jika kamu masih merasa trauma dengan apa yang sudah terjadi jangan ragu untuk mencari seorang profesional seperti psikolog. Kamu tidak perlu takut, karena tentu saja kamu akan dilindungi oleh kode etik seorang psikolog.
- Cobalah untuk terhubung dengan tubuh dan perasaan kamu, dengan cara melakukan meditasi dan fokus pada dirimu.
Selanjutnya sebagai seseorang yang ada disekitar mereka, yang mengalami pelecehan seksual, kita juga harus bersikap supportif dan memposisikan diri sebagai dirinya. Selain hal itu, cobalah untuk melakukan beberapa hal ini, yang dilansir dalam laman kompas.com:
- Dengarkanlah cerita mereka, kemudian tunjukkan kepada mereka kalau kamu peduli dan mengganggap kasus mereka sebagai hal penting.
- Cobalah untuk nggak memberikan pernyataan yang terlalu positif atau seperti mencoba mengelola emosi mereka. Tapi mulailah dengan memvalidasi apa yang mereka rasakan.
- Berikan perhatian yang jelas, dan sampaikan bahwa kamu akan tetap ada disampingnya.
- Jangan tanyakan kejadian secara detail, tapi dengarkan saja dan biarkan mereka menceritakan semuanya sendiri.
Pelecehan seksual semakin jelas pada kenyataannya dapat terjadi pada siapapun tanpa memandang gender, usia, dan lainnya berdasarkan data-data yang ada. Kemudian semakin jelas, bahwa kenyataannya laki-laki yang memiliki stereotip kuat dan kemungkinan besar sulit mengalami pelecehan seksual, nyatanya mudah untuk mengalami pelecehan seksual.
Baca juga: Psikolog Sebut Amber Heard Derita PTSD akibat Pelecehan Fisik dan Seksual
Pada umumnya sebagai korban pelecehan seksual, tentu bukanlah hal yang mudah untuk dihadapi. Jika kamu adalah korban, berhentilah untuk menyalahkan dirimu sendiri, karena yakinlah secara pasti itu semua bukan salah mu, dan itu semua terjadi bukan karena kamu. Semua adalah kejadian yang tidak terduga, yang tidak satu orang pun mengharapkan hal tersebut.
Kemudian kita semua, sebagai orang-orang disekitar korban pelecehan seksual cobalah untuk bisa supportif kepada semua korban. Cobalah untuk memahami pada sudut pandang dan posisi korban. Bagaimanapun kondisi korban pada saat itu, nggak mengubah fakta bahwa korban mengalami pelecehan seksual karena pelaku.
Laporan: Andea Muhammad Abhista Andikaputra
- Penulis :
- Latisha Asharani
- Editor :
- Latisha Asharani