
Pantau - Kekerasan kepada anak menjadi pemandangan mengerikan yang kerap terjadi di Indonesia, dilansir dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dalam kurun waktu 2 tahun terakhir setidaknya tercatat ada 41.704 total kekerasan kepada anak. Hal ini menunjukkan bagaimana buruknya kualitas penanganan pencegahan kekerasan kepada anak di Indonesia.
Seperti rekaman video penganiayaan yang sedang beredar di media sosial, seorang pria di Sulawesi Selatan terekam kamera menganiaya anak perempuan di bawah umur dengan cara membanting ke lantai, memukul dan menginjak-injak korban serta membakar korban menggunakan korek.
Pria itu adalah paman korban inisial FR (44) dan korban merupakan keponakannya yang masih berusia 10 tahun. Pelaku pun segera diringkus oleh pihak kepolisian, lantaran video kekerasan yang direkam oleh salah satu penghuni rumah itu viral di media sosial. Dari kesaksian pelaku, motif dari kekerasannya adalah karena ingin memberikan pelajaran kepada korban, lantaran kerap mengambil uang milik neneknya tanpa izin.
Berdasarkan kasus kekerasan kepada anak yang terjadi di Sulawesi Selatan itu, apakah dibenarkan memberikan hukuman kekerasan pada anak sebagai bentuk pelajaran?
Jenis-jenis Kekerasan Anak
Terlebih dahulu, perlu diketahui ada beberapa jenis kekerasan anak, menurut Terry E. Lawson, psikiater anak, terdapat 4 jenis kekerasan terhadap anak (child abuse):
Emotional Abuse (Kekerasan Emosional)
Kondisi dimana orang tua mengabaikan anak ketika anak membutuhkan. Seperti mengabaikan anak ketika lapar karena terlalu sibuk, mengabaikan kebutuhan dilindungi atau dipeluk.
Verbal Abuse (Kekerasan Verbal)
kekerasan verbal atau kekerasan yang ditunjukkan lewat perkataan seperti, "kamu bodoh", "kamu berisik", "kamu biadab", dan seterusnya.
Physical Abuse (Kekerasan Fisik)
Terjadi ketika orang tua memukul anak, baik menggunakan tangan maupun benda seperti kayu, kulit atau logam. Tindakan kekerasan ini akan terekam dalam ingatan sang anak
Sexual Abuse (Kekerasan Seksual)
Terjadi ketika tindakan yang bersifat seksual dilakukan terhadap anak, baik dengan paksaan atau manipulasi. Kekerasan seksual biasanya tidak terjadi selama delapan belas bulan pertama dalam kehidupan anak, walaupun beberapa kasus kekerasan anak perempuan terjadi ketika anak berusia enam bulan.
Selain melanggar Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 16 ayat 1. Hukuman kepada anak dalam bentuk kekerasan, memiliki dampak yang negatif, hal ini dikemukakan oleh Slade dan Wissow dalam "The Influence of Childhood Maltreatment on Adolescents Academic Performance" bahwa anak yang sering mendapatkan kekerasan fisik atau kekerasan lain akan menghadapi masalah perilaku pada masa yang akan datang, karena tindakan kekerasan itu akan terus diingat dengan diiringi perilaku emosional dan gangguan penyesuaian.
Dampak Negatif Kekerasan Anak
Berdasarkan Studi Global, ditunjukkan beberapa dampak negatif kekerasan anak:
Pelajaran anak terganggu
Rekaman perilaku kekerasan membuat anak menjadi kurang konsentrasi dalam belajar, malas sekolah dan akhirnya mereka keluar dari sekolah bahkan menyerap perilaku kekerasan dalam pergaulannya sehari-hari.
Munculnya gejala maladaptif
Anak akan lebih menarik diri, pemalu bahkan menangis jika didekati orang lain.
Anak menjadi tidak bahagia
Rasa tidak bahagia akan menyelimuti anak, anak akan dipenuhi rasa, selalu cemas, tidak memiliki inisiatif untuk berpendapat serta tidak memiliki keterampilan berkomunikasi, pemalu, tidak memiliki harga diri sebagai seorang anak bahkan perasaan dendam pada pemberi hukuman akan tumbuh pada anak.
Mendidik anak sejatinya memang bukan perkara mudah, tetapi memberikan kekerasan kepada anak dengan alasan mendidik bukanlah hal yang dibenarkan. Banyak hal yang bisa orang tua lakukan dalam memberikan pendidikan atau pendisiplinan yang positif, seperti memberikan kehangatan kepada anak. Kehangatan disini berarti perasaan aman secara emosional, cinta tanpa syarat, kasih sayang secara verbal dan fisik, menghormati terhadap perkembangan anak, peka terhadap kebutuhan anak, peduli dengan perasaan anak. Dengan demikian, tindakan ini akan memberikan efek yang baik untuk kehidupan anak.
Laporan: Mai Hendar Santoso
- Penulis :
- Latisha Asharani










