
Pantau - Pernahkan kita membayangkan sejenak apa yang terjadi jika ketika bangun di pagi hari merasa yakin kalau diri sendiri sudah mati? Ketika perasaan negatif mulai berdatangan seperti perasaan hampa dan sendiri, juga keyakinan bahwa tubuh sendiri telah menjadi mayat yang berjalan, atau bahkan tidak merasakan apapun sama sekali. Inilah kenyataan menakutkan yang dirasakan oleh penderita Sindrom Cotard, sebuah gangguan psikologis langka namun kenyataan yang menarik untuk dibahas dan telah membingungkan para ahli selama ratusan tahun.
Sindrom Cotard atau dikenal juga sebagai “delusi orang mati berjalan”, adalah sindrom yang melawan semua pemahaman manusia tentang kesadaran diri dan pandangan kenyataan. Penderita Sindrom Cotard yakin bahwa dirinya telah mati, kondisi ini juga bisa disertai dengan keyakinan bahwa tubuhnya sedang membusuk, mengeluarkan bau yang tidak sedap, atau bahkan percaya bahwa beberapa bagian tubuhnya hilang (waham nihilistik). Penderita Sindrom Cotard bisa merasa yakin bahwa ia tidak memiliki kepala, hanya berupa bayangan, dan tidak dapat terlihat dalam cermin.
Dalam artikel ini, kita akan memahami keadaan yang membingungkan dari keadaan psikologis seseorang yang hidup dengan keyakinan bahwa mereka telah meninggal, mengeksplorasi asal-usul, gejala, dan proses penanganan Sindrom Cotard.
Sindrom Cotard adalah suatu delusi dimana individu yakin dirinya telah mati. Kondisi delusional ini bisa disertai dengan keyakinan bahwa dirinya telah membusuk, berbau mayat, dan kehilangan beberapa bagian tubuhnya atau delusi nihilistik. Seseorang yang terindikasi sindrom Cotard juga kerap merasa yakin dirinya tidak mempunyai kepala, dirinya berupa bayangan, dan tidak bisa terlihat di cermin.
Baca juga: Mengenal Sindrom Kematian Mendadak, Kondisi yang Diduga Menimpa Marissa Haque
Dilihat dari sejarahnya, Sindrom Cotard diambil dari nama seorang ahli syaraf dan psikiater, Jules Cotard. Dia adalah seorang ahli syaraf dan psikiater asal Paris, juga seorang mantan dokter bedah militer yang pertama kali mempresentasikan délire des négation.
Pada perjalanan medisnya, Jules Cotard pernah menemukan sebuah kasus yang berkaitan dengan Sindrom Cotard, dimana ada seorang wanita 43 tahun yang percaya bahwa dia tidak memiliki beberapa bagian tubuh, hanya memiliki kulit serta tulang dan percaya tidak ada Tuhan, setan dan makhluk ghaib lainnya. Dia juga percaya bahwa dia tidak membutuhkan makanan untuk abadi dan akan hidup selamanya. Wanita itu telah membuat berbagai percobaan bunuh diri dan meminta untuk dibakar hidup-hidup.
Istilah Cotard pertama kali dijelaskan pada tahun 1880. Istilah ini diciptakan sebagai jenis depresi baru yang ditandai dengan gejala kecemasan melankolis, gagasan tentang hukuman atau penolakan, dan ketidakpekaan terhadap rasa sakit, delusi tentang tidak adanya tubuh, dan delusi keabadian. Pada tahun 1882, Cotard memperkenalkan delirium negatif sebagai istilah baru untuk sindrom ini.
Baca juga: Dokter: Sindrom Patah Hati Bisa Sebabkan Kematian
Kondisi Sindrom Cotard ini bermula dari rasa bersalah yang muncul dari perasaan depresi yang kemudian akan menyebabkan terjadi perubahan makna antara “saya dan mereka” dan melumpuhkan super-ego. Sehingga muncul rasa hampa yang sangat dalam. Rasa bersalah yang mendalam lama kelamaaan dapat menimbulkan tindakan menghukum diri sendiri, ditunjukkan lewat keinginan untuk memutuskan semua interaksi dan hubungan dengan manusia di sekitar dalam keadaan menolak semua kenyataan.
Walaupun kondisi psikologis semacam Sindrom Cotard ini termasuk langka, terdapat penanganan yang bisa dilakukan untuk Sindrom Cotard, antara lain:
Farmakoterapi
Dalam beberapa studi metode farmakologis atau penggunaan obat untuk mengobati penyakit dinyatakan efektif. Pemberian monoterapi seperti amitriptilin, duloksetin, paroksetin, olanzapin, sulpirid atau litium ini telah dilaporkan efektif.
ECT
Profesor Psikiatri Berrios dan Luque, Madani dan Sabbe berpendapat bahwa ECT merupakan penanganan yag baik untuk pasien sindrom Cotard dengan depresi psikotik, sementara antipsikotik menghasilkan efek yang lebih baik pada sindrom Cotard tipe 1.
Baca juga: Sindroma Alice in Wonderland Sering Terjadi pada Anak. Ini Penjelasannya!
Psikoterapi
Psikoterapi, terutama Terapi Kognitif Perilaku (CBT), telah digunakan sebagai pengobatan untuk sindrom Cotard. Tujuan utamanya adalah untuk membantu pasien mengenali dan menantang keyakinan yang salah tentang kematian atau ketidakberadaan mereka.
Laporan: Mai Hendar Santoso
- Penulis :
- Latisha Asharani
- Editor :
- Latisha Asharani