billboard mobile
HOME  ⁄  Lifestyle

Kisah Ratri, 12 Tahun Divonis Positif HIV Hingga Angkat Bicara di Forum PBB

Oleh Rifeni
SHARE   :

Kisah Ratri, 12 Tahun Divonis Positif HIV Hingga Angkat Bicara di Forum PBB

Pantau.com - Dua belas tahun lalu, hidup Suksma Ratri berubah. Ia dinyatakan positif mengidap virus HIV. Ratri tetap hidup aktif sambil berbagi pengalaman dan semangatnya kepada masyarakat luas, hingga ke tingkat internasional.

Dilansir dari ABC News, ia cukup dikenal di kalangan ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) di Indonesia, karena telah menyuarakan kisah hidupnya sebagai seorang penyintas virus yang seringkali disalahpahami tersebut.

Sejak divonis HIV positif tahun 2006, Ratri, begitu ia biasa disapa, mengaku tak pernah melambatkan laju kegiatannya.

Ratri mengaku ia menjalani hidupnya dengan senang, sambil aktif mewakili komunitas ODHA yang masih mendapat dipandang negatif oleh masyarakat.

"Yang penting sih ya kalau ODHA itu kuncinya cuma dua. Pola hidup senang dan pola hidup sehat," ujarnya.

Menurutnya, stigma negatif menjadi alasan mengapa ODHA masih bungkam dan tak mau membicarakannya dngan orang-orang terdekatnya.

"Banyak orang masih berpikir HIV ini hanya urusan kesehatan, hanya terjadi pada kelompok-kelompok tertentu."

"Masih banyak yang belum paham bahwa HIV ini terkoneksi dengan kemiskinan, masalah ekonomi, HAM (Hak Asasi Manusia). Itu semua saling terkait."

Ratri tertular HIV dari sang mantan suami yang aktif mengonsumsi narkoba lewat jarum suntik.

Setelah melewati tes, ia mengetahui dirinya terpapar HIV positif, sementara anaknya memiliki hasil negatif.

Tapi ia merasa beruntung memiliki keluarga dan teman dekat yang menerima kondisinya dan mendukung segala aktivitasnya setelah divonis HIV.

Di jejaring sosial miliknya, Ratri pun tidak segan-segan menceritakan kondisi yang dimiliknya, sehingga tak ada lagi pertanyaan dari orang-orang yang dikenalnya.

"Mereka justru kasih dukungan. 'Kamu sehat kan?', 'Kamu yang kuat ya', 'Ingat loh di belakang kamu itu ada keluarga yang mendukung kamu selalu'," jelas ibu sekaligus orangtua tunggal dari satu anak perempuan ini.

Ia sangat paham, ODHA yang terbuka mengenai kondisinya bisa menanggung konsekuensi panjang yang tak jarang melibatkan keluarga juga.

"Biasanya mereka tidak mau terbuka di daerahnya. Maunya hanya cerita kalau ada forum komunitas, itupun kadang ada yang maunya hanya di luar kota."

Ratri berpendapat, tabunya pendidikan seks di Indonesia berkontribusi pada meningkatnya jumlah kasus baru orang terinfeksi HIV/AIDS di Indonesia beberapa tahun belakangan.

"Karena pendidikan seks di sini dilarang, justru itu berkontribusi terhadap kenaikan HIV/AIDS," jelasnya.

"Ketidaktahuan masyarakat, ketidaktahuan remaja, bagaimana caranya memproteksi diri untuk kesehatan reproduksinya, menurut saya punya kontribusi besar untuk laju infeksi (HIV/AIDS) di Indonesia."

Ia juga mengatakan, ada faktor keagamaan dan kekeliruan dari masyarakat yang jadi penyebab meningkatnya infeksi HIV.

"Masih ada kelompok-kelompok yang tidak mendukung kontrasepsi, penggunaan kondom. Kemudian persepsi-persepsi bahwa kalau sudah menikah tidak perlu pakai kondom."

Menurutnya, HIV tidak hanya berisiko bagi pengguna narkoba, pekerja seks, atau kaum gay, seperti kebanyakan asumsi.

Baca juga: Kenapa Pengidap HIV/AIDS Lebih Memilih Pengobatan Tradisional Daripada Terapi ARV?

Tetapi tidak ada satu pun yang terbebas dari resiko HIV pada saat ini.

"Mereka tidak suka membaca, tapi lebih senang mendengar dan cepat percaya sama hoaks. Itu yang menurut saya membuat angka HIV/AIDS di Indonesia tidak cepat turun seperti negara tetangga."

Intervensi pemerintah dalam menangani kasus HIV dan AIDS di Indonesia pun menurutnya belum efektif.

"Kampanyenya masih menggunakan kampanye jadul gitu. Misalnya, mengutamakan sikap relijius yang lebih penting untuk memproteksi diri, jangan melakukan seks di luar nikah dengan dimasukkan doktrin-doktrin agama."

"Sementara negara tetangga sudah buat kebijakan '100 persen area kondom' misalnya, di Pattaya Thailand, untuk wisatawan seks yang tidak pakai kondom tidak akan dilayani."

Menurutnya pendistribusian kondom sebenarnya adalah hal yang sangat mudah, tapi di Indonesia masih jadi perdebatan karena masalah moral. .

"(Kondom) ditaruh di mini-market atau swalayan pun masih ada yang protes."

Baca juga: Kata Dokter, Begini Cara Tangkal Penyebaran HIV/AIDS

Di tahun 2008, Ratri pernah berkesempatan mewakili ODHA dari seluruh dunia untuk berbicara di Sidang Umum PBB di New York, Amerika Serikat.

"Sosok saya dinilai berpeluang. Perempuan, masih muda, korban KDRT dan terinfeksi dari pasangan. Akhirnya dari ratusan pelamar, saya terpilih."

Ratri berpesan kepada mereka yang terpapar HIV dan masih mendapat perlakuan diskriminasi untuk melakoni gaya hidup sehat dan menjalani pengobatan yang tepat.

"Mau pakai produk herbal, suplemen, alternatif, boleh-boleh saja, tapi minum ARV (anti-retroviral) itu wajib hukumnya. Karena itu yang menonaktifkan virusnya."

Ia juga berharap pemerintah Indonesia meningkatkan fasilitas pengobatan secara merata mengingat ketimpangan akses juga turut menyumbang tingginya angka penularan HIV.

"Meski sekarang sudah gratis, kalau di kota besar, ARV itu kombinasinya lengkap, tapi di daerah-daerah, jangankan yang luar Jawa, yang di Jawa saja contohnya Jawa Barat, itu enggak lengkap."

Penulis :
Rifeni