
Pantau - Gen Z kerap dibandingkan dengan Gen X dalam hal etos kerja. Berbagai faktor, mulai dari kondisi ekonomi hingga perubahan budaya kerja, memengaruhi cara mereka memandang pekerjaan. Tidak sedikit yang menilai Gen Z kurang gigih dibandingkan generasi sebelumnya, tetapi perubahan zaman membawa tantangan yang berbeda.
Berdasarkan survei Deloitte, hampir 40% pekerja Gen Z mengalami kelelahan dalam pekerjaan mereka. Tekanan finansial, ketidakpastian karier, dan pergeseran prioritas hidup membuat mereka memiliki pendekatan berbeda terhadap dunia kerja. Alih-alih hanya berfokus pada kerja keras, mereka lebih mengutamakan keseimbangan hidup dan kesejahteraan mental.
Berikut beberapa alasan mengapa Gen Z tidak bekerja sekeras Gen X:
1. Pendapatan yang Lebih Rendah
Survei Handshake mencatat 70% Gen Z menjadikan gaji sebagai faktor utama dalam memilih pekerjaan. Namun, mereka menghadapi tantangan finansial lebih besar dibandingkan Gen X. Studi TransUnion menunjukkan Gen Z lebih terdampak inflasi dan kenaikan harga kebutuhan pokok, yang membuat mereka lebih mengandalkan kredit di usia muda.
Baca juga: 11 Hal yang Dihadapi Gen X Namun Tidak Dialami Gen Z
2. Minimnya Motivasi untuk Tujuan Finansial Jangka Panjang
Survei IPX 1031 mengungkap 87% Gen Z tidak mampu membeli rumah. Hidup dari gaji ke gaji membuat mereka kesulitan menabung untuk tujuan besar seperti membeli rumah atau mobil. Berbeda dengan Gen X yang termotivasi oleh stabilitas finansial jangka panjang, Gen Z lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
3. Prioritas pada Work-Life Balance
Menurut Deloitte, 25% Gen Z mengutamakan keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi saat mencari pekerjaan. Mereka cenderung menetapkan batasan kerja yang jelas untuk menjaga kesehatan mental dan menghindari burnout, bahkan jika itu berarti meninggalkan pekerjaan yang tidak sesuai dengan ekspektasi mereka.
4. Kesadaran Kesehatan Mental yang Lebih Tinggi
Laporan American Psychological Association menunjukkan Gen Z lebih banyak melaporkan masalah kesehatan mental dibandingkan generasi sebelumnya. Mereka lebih memilih pekerjaan yang mendukung kesejahteraan emosional dibandingkan mengejar kenaikan jabatan dalam lingkungan kerja yang menekan.
Baca juga: Mengapa Gen Z Disebut Strawberry Generation? Ini Penjelasannya!
5. Kurangnya Keterikatan dengan Rekan Kerja
Perkembangan teknologi dan tren kerja jarak jauh mengurangi kebutuhan Gen Z untuk menjalin hubungan erat dengan rekan kerja. Survei Gallup 2022 menunjukkan 55% Gen Z kurang terlibat secara emosional di tempat kerja dibandingkan Gen X, karena mereka lebih mengutamakan kehidupan pribadi di luar pekerjaan.
6. Mencari Pekerjaan yang Bermakna
Menurut penelitian Haworth, Gen Z lebih termotivasi oleh pekerjaan yang selaras dengan nilai dan minat mereka. Mereka cenderung lebih produktif ketika bekerja di bidang yang mereka sukai, bukan sekadar demi gaji.
7. Ekspektasi Lebih Tinggi terhadap Perusahaan
Survei INOP mencatat 87% Gen Z lebih mungkin meninggalkan pekerjaan jika lingkungan kerja tidak sesuai dengan nilai-nilai mereka. Mereka tidak ragu untuk berpindah pekerjaan demi menghindari budaya kerja yang toksik atau perusahaan yang tidak peduli dengan kesejahteraan karyawan.
8. Merasa Kurang Dihargai di Tempat Kerja
Gen Z sering mendapat stigma sebagai generasi yang malas atau manja. Survei Resume Builder menemukan 40% pekerja Gen Z mengalami perundungan di kantor pasca-pandemi. Kurangnya apresiasi membuat mereka kurang termotivasi untuk bekerja lebih keras.
Baca juga: 11 Pengeluaran Gen Z yang Dianggap Pemborosan oleh Baby Boomer
9. Pasar Kerja yang Tidak Bersahabat
Banyak Gen Z kesulitan mendapatkan pekerjaan meskipun memiliki pendidikan dan keterampilan lebih baik dibandingkan generasi sebelumnya. Analisis LinkedIn menunjukkan sebagian besar pekerjaan entry-level kini membutuhkan pengalaman 2-4 tahun. Dengan persaingan ketat dan meningkatnya biaya hidup, banyak Gen Z harus menerima pekerjaan sementara yang tidak sesuai dengan minat mereka.
Kesimpulan
Gen Z menghadapi tantangan unik dalam dunia kerja yang berbeda dari generasi sebelumnya. Mereka tetap bekerja keras, tetapi dengan cara yang lebih berorientasi pada keseimbangan hidup dan kesehatan mental, bukan hanya mengejar kesuksesan finansial semata.
- Penulis :
- Latisha Asharani