Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

IDI: Aturan Baru BPJS Kesehatan Sangat Merugikan Masyarakat!

Oleh Dera Endah Nirani
SHARE   :

IDI: Aturan Baru BPJS Kesehatan Sangat Merugikan Masyarakat!

Pantau.com - Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 2, 3, dan 5 tahun 2018 yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) memancing respon dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). IDI menilai peraturan ini akan merugikan pasien maupun dokternya bertugas.

"Kami perpendapat implikasi penerapan Perdirjampel BPJS Kesehatan No 2,3 Dan 5 Tahun 2018 akan merugikan. Baik itu pasien maupun dokter," ucap Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Prof Ilham Oetama Marsis di Kantor IDI, di Kawasan Gondangdia, Jakarta Pusat, Kamis (2/8/2018).

Prof Marsis menjelaskan, kerugian dari sisi pasien atau pengguna BPJS ini terutama pada peraturan nomor 2 dan 3 yang mengatur tentang masalah persalinan dan pelayan katarak.

Menurutnya, peraturan ini bertolak belakangan dengan semangat IDI menurunkan angka kematian bayi dan menurunkan angka kebutaan di Indonesia. "Semua kelahiran harus mendapatkan penanganan yang optimal karena bayi baru lahir berisiko tinggi mengalami sakit, cacat bahkan kematian. Perdijampel no.3 bertentangan dengan semangat IDI untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian bayi," tuturnya.

"Perdirjampel nomor 2 dengan quota akan mengakibatkan angka kebutaan semakin meningkat," sambungnya.

Baca juga: Duh! Pemerintah Kaji Ulang Kelanjutan BPJS Kesehatan

Sementara terkait soal peraturan nomor 5 yang mengatur masalah rehabilitasi medik. Prof Marsis mengatakan, itu tidak sesuai dengan standar rehabilitasi medik yang direkomendasikan dokter.

"Akibatnya hasil terapi tidak tercapai secara optimal dan kondisi disabilitas sulit teratasi," tuturnya.

Sementara dari sisi kerugian dokter, lebih lanjut Prof Marsis menjelaskan, sangat berpotensi dokter yang bertugas dengan adanya peraturan ini akan melanggar sumpah dan kode etik kedokteran. Sebab, dengan adanya peraturan ini dokter akan melakukan praktek kedokteran tidak sesuai dengan standar yang berlaku.

"Kewenangan dokter dalam melakukan tindakan medis diintervensi dan direduksi oleh BPJS Kesehatan," imbuhnya.

Selain itu, konflik dokter dengan pasien tentu dengan adanya peraturan ini akan meningkat. "Itulah kerugian yang akan ditimbulkan. Hal ini tentu harus disikapi," pungkasnya.

Sekadar informasi BPJS mengeluarkan tiga peraturan baru yang mengatur tentang persalinan, katarak, dan rehabilitasi medik. Peraturan itu tertuang pada Perdijampel BPJS nomor 2, 3 dan 5 Tahun 2018. Rupanya peraturan itu menuai kontroversi ditengah publik.

Peraturan itu berisi antara lain, bayi baru lahir dengan kondisi sehat post operasi caesar maupun per vaginam dengan atau tanpa penyulit dibayar dalam 1 paket persalinan. Kemudian yang kedua penderita penyakit katarak dijamin BPJS Kesehatan apabila visus kurang dari 6/18 dan jumlah operasi katarak dibatasi dengan kuota. Kemudian yang ketiga, tindakan rehabilitasi medis dibatasi maksimal 2 kali per minggu (8 kali dalam 1 bulan).

Penulis :
Dera Endah Nirani