
Pantau - Anak buah Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, yang dalam hal ini adalah ASN Pejabat Pembuat Komitmen (PPK ) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pelaksanaan pengadaan alat-alat berat penunjang perbaikan jalan pada Dinas Bina Marga DKI Jakarta.
Tersangka dari ASN berinisial HD yang bertindak selaku pihak pertama mewakili UPT Alkal Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta sebagai pengguna barang itu ditetapkan sebagai tersangkan bersama IM dari pihak swasta. IM merupakan Direktur Perusahaan selaku pihak kedua mewakili PT DMU sebagai penyedia barang/jasa.
"Pada hari ini Kamis, 07 Juli 2022, Penyidik pada Asisten Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkan dua orang tersangka dalam pelaksanaan Pengadaan Alat-alat Berat Penunjang Perbaikan Jalan, yakni HD dan IM," kata Kasipenkum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Ashari Syam, dalam keterangan di Jakarta, Kamis, (7/7/2022).
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkan kedua tersangka berdasarkan surat TAP-65/M.1/Fd.1/07/2022 tanggal 7 Juli 2022 dan TAP-66/M.1/Fd.1/07/2022 tanggal 7 Juli 2022.
Berdasarkan hasil penyidikan atas kasus yang terjadi pada era Basuki Tjahja Purnama (Ahok) saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta yaitu di tahun 2015 yang dimana Unit Pelaksana Teknis (UPT) Peralatan dan Perbekalam (Alkal) Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta melaksanakan pengadaan alat-alat berat penunjang perbaikan jalan berdasarkan perjanjian kontrak kerja Nomor 30/-007.32 dengan nilai kontrak sebesar Rp36,1 miliar.
Dalam penyidikan, ditemukan fakta bahwa Folding Crane Ladder yang dikirimkan tersangka IM bukan merek PAKKAT dari Amerika melainkan merek HYVA dari PT HYVA INDONESIA dengan mengganti merek HYVA dengan stiker merek PAKKAT.
Selain itu, diserahkan juga peralatan Baby Roller Double Drum, Jack Hammer, Stamper Kodok, Tampping Rammer, Asphalt Cutter Concetre, dan Air Compresor yang diimpor dari China bukan merek PAKKAT dari Amerika.
Sementara itu, tersangka HD tetap menerima alat-alat berat tersebut setelah ia diduga melakukan intervensi terhadap petugas pejabat penerima hasil pekerjaan (PPHP) saat menerima dan memeriksa alat-alat berat yang dikirimkan oleh tersangka IM.
Sehingga petugas PPHP tersebut menandatangani Berita Acara Penerimaan dan Berita Acara Pemeriksaan Barang dan memproses permohonan pembayaran dari PT DMU dengan menanda-tangani SPP.
"Kerugian negara yang timbul akibat perbuatan kedua tersangka mencapai Rp13,6 miliar lebih berdasarkan laporan akuntan independen," tutur Ashari.
Perbuatan kedua tersangka, lanjut dia, bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Jo Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang /Jasa Pemerintah; Lampiran Peraturan Kepala Lembaga Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 17 Tahun 2012 tentang E-Purchasing; dan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 142 Tahun 2013 tentang Sistem Dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah.
"Terhadap kedua tersangka diterapkan Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 Jo. Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP," ucap Ashari menambahkan.
Tersangka dari ASN berinisial HD yang bertindak selaku pihak pertama mewakili UPT Alkal Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta sebagai pengguna barang itu ditetapkan sebagai tersangkan bersama IM dari pihak swasta. IM merupakan Direktur Perusahaan selaku pihak kedua mewakili PT DMU sebagai penyedia barang/jasa.
"Pada hari ini Kamis, 07 Juli 2022, Penyidik pada Asisten Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkan dua orang tersangka dalam pelaksanaan Pengadaan Alat-alat Berat Penunjang Perbaikan Jalan, yakni HD dan IM," kata Kasipenkum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Ashari Syam, dalam keterangan di Jakarta, Kamis, (7/7/2022).
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkan kedua tersangka berdasarkan surat TAP-65/M.1/Fd.1/07/2022 tanggal 7 Juli 2022 dan TAP-66/M.1/Fd.1/07/2022 tanggal 7 Juli 2022.
Berdasarkan hasil penyidikan atas kasus yang terjadi pada era Basuki Tjahja Purnama (Ahok) saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta yaitu di tahun 2015 yang dimana Unit Pelaksana Teknis (UPT) Peralatan dan Perbekalam (Alkal) Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta melaksanakan pengadaan alat-alat berat penunjang perbaikan jalan berdasarkan perjanjian kontrak kerja Nomor 30/-007.32 dengan nilai kontrak sebesar Rp36,1 miliar.
Dalam penyidikan, ditemukan fakta bahwa Folding Crane Ladder yang dikirimkan tersangka IM bukan merek PAKKAT dari Amerika melainkan merek HYVA dari PT HYVA INDONESIA dengan mengganti merek HYVA dengan stiker merek PAKKAT.
Selain itu, diserahkan juga peralatan Baby Roller Double Drum, Jack Hammer, Stamper Kodok, Tampping Rammer, Asphalt Cutter Concetre, dan Air Compresor yang diimpor dari China bukan merek PAKKAT dari Amerika.
Sementara itu, tersangka HD tetap menerima alat-alat berat tersebut setelah ia diduga melakukan intervensi terhadap petugas pejabat penerima hasil pekerjaan (PPHP) saat menerima dan memeriksa alat-alat berat yang dikirimkan oleh tersangka IM.
Sehingga petugas PPHP tersebut menandatangani Berita Acara Penerimaan dan Berita Acara Pemeriksaan Barang dan memproses permohonan pembayaran dari PT DMU dengan menanda-tangani SPP.
"Kerugian negara yang timbul akibat perbuatan kedua tersangka mencapai Rp13,6 miliar lebih berdasarkan laporan akuntan independen," tutur Ashari.
Perbuatan kedua tersangka, lanjut dia, bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Jo Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang /Jasa Pemerintah; Lampiran Peraturan Kepala Lembaga Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 17 Tahun 2012 tentang E-Purchasing; dan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 142 Tahun 2013 tentang Sistem Dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah.
"Terhadap kedua tersangka diterapkan Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 Jo. Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP," ucap Ashari menambahkan.
- Penulis :
- Firdha Rizki Amalia