
Pantau - Direktur Partner Politik Indonesia AB Solissa menilai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan perpanjangan masa jabatan presiden sudah sangat tepat.
Menurutnya, keputusan ini juga mengakhiri perdebatan panjang soal ide perpanjangan masa jabatan presiden. Ia menegaskan, konstitusi bangsa ini sudah jelas mengatur masa jabatan presiden.
"Keputusan ini sekaligus mengakhiri perdebatan soal ide perpanjangan masa jabatan presiden. Konstitusi kita sudah jelas mengatur soal masa jabatan presiden agar tidak ada lagi personal yang melampaui sistem," ujar AB Solissa kepada Pantau.com, Selasa (28/2/2023).
Ia menambahkan, sistem kepemiluan di Indonesia harus di atas personal. Pasalnya, jika personal cenderung dominan, maka potensi abuse of power seperti Soeharto di era orde baru itu akan terjadi.
"Sistem harus di atas personal. Kalau personalnya cenderung dominan, maka potensi abuse of power seperti di era orde baru dengan pola kepemimpinan Soeharto akan terjadi," lanjutnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan gugatan perkara nomor 7/PUU-XXI/2023 tidak dapat diterima ketika pemohon memohon hakim menguji Pasal 218 dan 219 KUHP yang mengatur ancaman hukuman bagi setiap orang yang menyerang martabat presiden.
“Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” ujar Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman, dalam sidang pembacaan putusan, dipantau di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Selasa (28/2/2023).
Menurutnya, keputusan ini juga mengakhiri perdebatan panjang soal ide perpanjangan masa jabatan presiden. Ia menegaskan, konstitusi bangsa ini sudah jelas mengatur masa jabatan presiden.
"Keputusan ini sekaligus mengakhiri perdebatan soal ide perpanjangan masa jabatan presiden. Konstitusi kita sudah jelas mengatur soal masa jabatan presiden agar tidak ada lagi personal yang melampaui sistem," ujar AB Solissa kepada Pantau.com, Selasa (28/2/2023).
Ia menambahkan, sistem kepemiluan di Indonesia harus di atas personal. Pasalnya, jika personal cenderung dominan, maka potensi abuse of power seperti Soeharto di era orde baru itu akan terjadi.
"Sistem harus di atas personal. Kalau personalnya cenderung dominan, maka potensi abuse of power seperti di era orde baru dengan pola kepemimpinan Soeharto akan terjadi," lanjutnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan gugatan perkara nomor 7/PUU-XXI/2023 tidak dapat diterima ketika pemohon memohon hakim menguji Pasal 218 dan 219 KUHP yang mengatur ancaman hukuman bagi setiap orang yang menyerang martabat presiden.
“Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” ujar Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman, dalam sidang pembacaan putusan, dipantau di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Selasa (28/2/2023).
- Penulis :
- khaliedmalvino