
Pantau - Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun mendapat sorotan sejak April 2023 lalu, ketika video yang beredar di dunia maya meperlihatkan jemaah perempuan berada di saf terdepan saat salat Idul Fitri.
Sejak saat itu, beberapa kontroversi Ponpes Al-Zaytun terus dibahas warganet, di antaranya meliputi azan yang berbeda hingga salam Yahudi.
Eks anggota Negara Islam Indonesia (NII), Ken Setiawan mengatakan, hal-hal yang baru mencuat terkait kontroversi Ponpes Al-Zaytun sesungguhnya sudah terjadi sejak dulu.
Ia menyebut, Al-Zaytun mengadopsi ajaran NII yang dipadukan dengan ajaran Isa Bugis dan lembaga kerasulan. Padahal, MUI menyatakan aliran Isa Bugis sebagai aliran sesat karena melawan rukun iman dan rukun Islam.
“Kalau berdakwah mereka pakai Al-Qur’an, pakai Injil. Jadi perpaduan beberapa agama untuk menutupi ideologi yang sesungguhnya, yaitu makar, mendirikan negara di dalam negara,” tegas Ken, dikutip Jumat (23/6/2023).
Ia mengatakan, hal ini dilakukan agar masyarakat melihat mereka sebagai kelompok yang menerima perbedaan dan penuh dengan toleransi, sehingga publik tidak melabeli mereka sebagai kelompok radikal.
Ken membongkar beberapa ajaran Al-Zaytun yang berbeda dari ajaran Islam pada umumnya. Pertama, bunyi syahadat yang berbeda.
“Syahadat diubah, bukan 'Tiada Tuhan selain Allah', tapi diartikan 'Tidak ada negara kecuali negara Islam', negara selain Islam dianggap kafir,” ungkapnya.
Kedua, mengenai salat. Ken menyebut, di Al-Zaytun salat belum diwajibkan karena negara ini dianggap masih jahiliyah (bodoh).
Ketiga, larangan pakai sarung karena dianggap ketinggalan zaman. Itu sebabnya dalam video yang viral pada Idul Fitri lalu, jemaah lelaki di ponpes Al-Zaytun mengenakan setelan jas.
“Dari definisi aliran sesat yang ada di MUI, ini harusnya sudah bisa dibuat fatwa karena dulu MUI dan Kementerian Agama sudah melakukan penelitian. Sudah dibukukan, namun hasilnya tidak dipublikasikan dan tidak dijadikan fatwa,” tandasnya.
Sejak saat itu, beberapa kontroversi Ponpes Al-Zaytun terus dibahas warganet, di antaranya meliputi azan yang berbeda hingga salam Yahudi.
Eks anggota Negara Islam Indonesia (NII), Ken Setiawan mengatakan, hal-hal yang baru mencuat terkait kontroversi Ponpes Al-Zaytun sesungguhnya sudah terjadi sejak dulu.
Ia menyebut, Al-Zaytun mengadopsi ajaran NII yang dipadukan dengan ajaran Isa Bugis dan lembaga kerasulan. Padahal, MUI menyatakan aliran Isa Bugis sebagai aliran sesat karena melawan rukun iman dan rukun Islam.
“Kalau berdakwah mereka pakai Al-Qur’an, pakai Injil. Jadi perpaduan beberapa agama untuk menutupi ideologi yang sesungguhnya, yaitu makar, mendirikan negara di dalam negara,” tegas Ken, dikutip Jumat (23/6/2023).
Ia mengatakan, hal ini dilakukan agar masyarakat melihat mereka sebagai kelompok yang menerima perbedaan dan penuh dengan toleransi, sehingga publik tidak melabeli mereka sebagai kelompok radikal.
Ken membongkar beberapa ajaran Al-Zaytun yang berbeda dari ajaran Islam pada umumnya. Pertama, bunyi syahadat yang berbeda.
“Syahadat diubah, bukan 'Tiada Tuhan selain Allah', tapi diartikan 'Tidak ada negara kecuali negara Islam', negara selain Islam dianggap kafir,” ungkapnya.
Kedua, mengenai salat. Ken menyebut, di Al-Zaytun salat belum diwajibkan karena negara ini dianggap masih jahiliyah (bodoh).
Ketiga, larangan pakai sarung karena dianggap ketinggalan zaman. Itu sebabnya dalam video yang viral pada Idul Fitri lalu, jemaah lelaki di ponpes Al-Zaytun mengenakan setelan jas.
“Dari definisi aliran sesat yang ada di MUI, ini harusnya sudah bisa dibuat fatwa karena dulu MUI dan Kementerian Agama sudah melakukan penelitian. Sudah dibukukan, namun hasilnya tidak dipublikasikan dan tidak dijadikan fatwa,” tandasnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas