
Pantau.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melakukan pemetaan terhadap aset-aset milik mantan Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap yang telah berstatus tersangka suap proyek Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
Juru bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan, pemetaan dilakukan untuk memaksimalkan pengembalian uang negara akibat tindak pidana korupsi yang dilakukan Pangonal.
"Untuk memaksimalkan pengembalian aset atau asset recovery dalam kasus ini, maka KPK juga melakukan pemetaan aset di daerah Sumatera Utara," kata Febri melalui pesan singkat, Senin (17/9/2018).
Baca juga: KPK Terus 'Kuliti' Kasus Suap Kabupaten Labuanbatu Terkait Penerimaan Lain
Ia menambahkan, KPK juga mengindikasikan adanya upaya menjual beberapa aset Pangonal yang belum disita. Karena itu KPK mengimbau masyarakat agar berhati-hati saat ditawarkan aset milik Pangonal yang diduga berkaitan dengan kasus suap.
"Karena aset yang diduga terkait tindak pidana korupsi tersebut dapat disita dalam proses penyidikan," tambahnya.
Pangonal Harahap dijadikan tersangka karena diduga menerima suap dari pihak swasta Effendy Sahputra terkait pembangunan proyek di daerahnya. Pangonal diduga meminta uang sebesar Rp 3 miliar kepada Effendy.
Namun dalam operasi tangkap tangan pada Selasa 17 Juli 2018, KPK baru menemukan bukti transaksi sebesar Rp 576 juta. Melalui cek yang dicairkan, diduga Rp500 juta di antaranya diserahkan melalui anak buah Pangonal, Umar Ritonga.
"KPK terus mengembangkan dugaan penerimaan lain tsk PHH, Bupati Labuhanbatu. Dari bukti transaksi sekitar Rp500juta yg diamankan saat tangkap tangan, saat ini telah teridentifikasi dugaan penerimaan hingga Rp46 Miliar yg diduga merupakan fee proyek-proyek di Labuhanbatu dari tahun 2016-2018," ujar Febri.
Dalam kasus tersebut ketiganya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Baca juga: Kasus Suap Proyek Labuhanbatu Segera Disidangkan
Pangonal dan Umar dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Effendy dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
- Penulis :
- Sigit Rilo Pambudi