Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Pengawasan Lembaga Peradilan Dinilai Gagal Total

Oleh Pantau Community
SHARE   :

Pengawasan Lembaga Peradilan Dinilai Gagal Total
Foto: Pengawasan peradilan disorot usai tiga hakim tersangka suap, Hinca Pandjaitan kritik keras Komisi Yudisial

Pantau - Hinca Pandjaitan, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, melontarkan kritik tajam terhadap lemahnya pengawasan di lingkungan peradilan usai terungkapnya kasus suap yang melibatkan tiga hakim dalam perkara korupsi ekspor bahan baku minyak goreng.

Ia menyebut pengawasan oleh Komisi Yudisial (KY) sebagai "nol besar", dan mendesak evaluasi menyeluruh atas lembaga tersebut.

"Tegas saya katakan bahwa pengawasan di lingkungan Peradilan nol besar. Sudah saatnya kita mengevaluasi kelembagaan Komisi Yudisial, atau pahitnya kita bubarkan saja. Kalau Komisi Yudisial tak mampu memantau hakim, buat apa dipertahankan? Lebih jujur rasanya kita mengakui bahwa mereka gagal," ujar Hinca dalam rapat Komisi III.

Menurutnya, jika KY tidak mampu menjalankan tugas pengawasan, sudah saatnya DPR mempertimbangkan alternatif lembaga yang lebih bisa diandalkan.

"Kita perlu memperkuat mekanisme pengawasan, atau bila memang KY tak sanggup, setidaknya kita tahu mana lembaga yang patut digantungkan harapan, dan mana yang sudah waktunya ditutup kisahnya," lanjutnya.

Hinca juga mengkritik anggapan bahwa peningkatan gaji dan tunjangan akan otomatis menghilangkan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

"Jika mentalitas dan sistem pengawasannya tetap rapuh, maka godaan suap akan tetap menemukan jalannya. Kita bisa menambah angka pendapatan setinggi langit, tetapi bila peluang 'lolos dari hukuman' lebih menggoda, akhirnya transaksi hitam menjadi pilihan rasional," tegasnya.

Ia menilai kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan saat ini berada di titik terendah akibat akumulasi berbagai skandal.

Hinca berharap agar putusan di tingkat kasasi nanti bisa menjadi momentum untuk memulihkan kepercayaan publik.

"Singkatnya, saya ingin berharap bahwa putusan di tingkat kasasi nanti akan memulihkan kepercayaan publik, bukan justru memperkuat asumsi buruk," katanya.

RUU Advokat dan Sorotan terhadap Dunia Advokat

Hinca juga mengangkat isu pengawasan terhadap advokat dalam konteks pembahasan RUU Advokat.

"Saya sebenarnya juga berlatarbelakang advokat sebelum duduk di Komisi III. Saya paham, saya paham betul bagaimana 'otonomi' dunia advokat kerap ditafsirkan sebagai kebebasan tanpa batas," ujar Hinca.

Ia mempertanyakan efektivitas sistem pengawasan yang selama ini hanya dilakukan oleh Dewan Pengawas masing-masing organisasi advokat.

"Pertanyaannya: apakah pengawasan cukup bila diserahkan kepada Dewan Pengawas masing-masing organisasi advokat? Menurut saya, itu sama saja dengan meminta rubah menjaga kandang ayam. Tentu ada banyak pengacara jujur, tapi tak sedikit pula yang menjadikan toga sebagai jubah pelindung praktik lobi-lobi gelap," ungkapnya.

Karena itu, ia menyarankan perlunya model pengawasan independen yang lebih kuat dan tidak hanya bergantung pada sistem internal yang rawan kompromi.

"Bagi saya, ini bukan soal 'memperkosa' otonomi advokat, tapi soal memastikan integritas profesi yang mengemban peran penting dalam penegakan hukum," tegas Hinca.

Ia juga mengkritik wacana Mahkamah Agung (MA) untuk mengambil alih fungsi pengawasan terhadap advokat, mengingat lembaga tersebut juga tengah dilanda skandal.

"Bagaimana ceritanya meminta lembaga yang diguncang isu suap dan kolusi untuk menertibkan para pengacara?" katanya.

Seperti diketahui, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap penanganan perkara di PN Jakarta Pusat.

Tiga hakim yang juga menjadi tersangka dalam kasus tersebut adalah Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtaro, dan Djuyamto.

Mereka diduga menerima suap sebesar Rp 22,5 miliar untuk mengeluarkan putusan lepas terhadap terdakwa dalam kasus korupsi ekspor bahan baku minyak goreng.

Para hakim tersebut diduga bersekongkol dengan Ketua PN Jaksel, pengacara Marcella Santoso dan Ariyanto, serta panitera muda PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.

Penulis :
Pantau Community