Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Spirit Bandung 1955 Masih Relevan: Momentum Strategis Diplomasi Indonesia di Tengah Ketidakpastian Global

Oleh Peter Parinding
SHARE   :

Spirit Bandung 1955 Masih Relevan: Momentum Strategis Diplomasi Indonesia di Tengah Ketidakpastian Global
Foto: 70 tahun Konferensi Asia Afrika jadi momen strategis refleksi arah baru diplomasi Indonesia di era Presiden Prabowo

Pantau - Konferensi Asia Afrika (KAA) yang pertama kali digelar pada 18–24 April 1955 di Gedung Merdeka, Bandung, diperingati tahun ini sebagai peringatan ke-70, di tengah kondisi geopolitik global yang semakin kompleks.

KAA 1955 dihadiri oleh 29 negara Asia dan Afrika yang menyuarakan solidaritas dan semangat persatuan untuk melawan kolonialisme dan menyelesaikan persoalan global secara mandiri.

Semangat yang tercantum dalam Deklarasi Bandung 1955—termasuk hak menentukan nasib sendiri, penolakan terhadap kolonialisme dan imperialisme, serta perjuangan melawan kemiskinan dan ketakutan—masih sangat relevan saat ini.

Di tengah rivalitas antara Amerika Serikat dan Tiongkok, negara-negara Dunia Selatan didorong untuk mempererat kerja sama dan menyesuaikan semangat KAA agar sesuai dengan kondisi global yang dinamis.

Presiden Prabowo, dalam serangkaian lawatan ke Uni Emirat Arab, Turki, Mesir, Qatar, dan Jordania, menegaskan kembali komitmen Indonesia terhadap prinsip politik luar negeri bebas aktif dan netral.

Dalam forum ADF Talk di Antalya, Turki, Prabowo menyatakan bahwa Indonesia ingin menjalin hubungan damai dengan seluruh negara dan menolak terlibat dalam blok militer manapun.

Ia mengutip pepatah kuno Asia, "Seribu teman terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak," sebagai dasar kebijakan luar negeri yang menekankan dialog dan kerja sama ketimbang konfrontasi.

Diplomasi Era Prabowo: Aktif, Aspiratif, dan Mandiri

Presiden Prabowo juga menyoroti peran ASEAN sebagai contoh sukses penerapan prinsip dialog di tengah perbedaan antarnegara.

Ia mendorong penguatan diplomasi “tetangga yang baik” atau good neighbour policy yang menurutnya berakar pada nilai-nilai Asia dan budaya Indonesia, seperti saling tolong dan menjaga keharmonisan.

Kebijakan ini juga disebut relevan untuk menyelesaikan ketegangan regional, termasuk isu Laut Cina Selatan, dengan pendekatan damai dan saling menghormati.

Lawatan Prabowo ke Timur Tengah mencerminkan kesinambungan prinsip bebas aktif yang telah menjadi fondasi diplomasi Indonesia sejak era KAA.

Prinsip “bebas” berarti bebas menentukan arah diplomasi tanpa intervensi asing, sementara “aktif” menggarisbawahi peran Indonesia dalam menjaga perdamaian dan keamanan dunia.

Indonesia juga ditegaskan tidak akan berpihak pada kekuatan manapun, melainkan menempatkan kedaulatan nasional dan prinsip nonblok sebagai prioritas utama.

Sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar, Indonesia dinilai memiliki legitimasi moral untuk terlibat aktif dalam upaya penyelesaian damai konflik di Timur Tengah.

Meskipun berlatar belakang militer, Prabowo justru dinilai memiliki potensi besar untuk menyuarakan posisi Indonesia secara aktif dan aspiratif di berbagai forum global.

Apresiasi Global dan Harapan Terhadap Peran Strategis Indonesia

Langkah diplomatik Prabowo dinilai sebagai awal konkret dari implementasi kebijakan luar negeri Indonesia yang lebih tegas dan berani dalam menghadapi krisis global.

Pemerintahannya diharapkan dapat memainkan peran penting dalam penyelesaian berbagai isu internasional, mulai dari politik hingga ketahanan pangan dan energi.

Prabowo juga diharapkan menyampaikan dengan tegas posisi Indonesia dalam mendukung Palestina dan menentang penjajahan oleh Israel, sesuai amanat konstitusi RI.

Konflik besar seperti perang Rusia-Ukraina dan konflik di Timur Tengah disebut berpotensi mengganggu stabilitas global, termasuk di bidang energi dan pangan yang berdampak langsung ke Indonesia.

Langkah diplomasi Prabowo mendapat apresiasi internasional, termasuk dari The Straits Times (Singapura) yang memasukkannya dalam daftar 10 pemimpin dunia paling berpengaruh tahun 2025.

Dalam artikel “Meet the 10 world leaders to watch in 2025”, Prabowo disebut sejajar dengan tokoh global seperti Donald Trump, Xi Jinping, Narendra Modi, dan Vladimir Putin.

Media tersebut menyoroti upaya Prabowo dalam mempererat hubungan dengan Rusia dan Tiongkok, serta ketertarikan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS.

Pendekatan diplomasi yang berbeda dari pendahulunya menjadikan Prabowo sebagai tokoh yang diprediksi memainkan peran penting dalam dinamika geopolitik regional maupun global.

Penulis :
Peter Parinding