
Pantau - Uskup Agung Jakarta Kardinal Mgr. Ignatius Suharyo menyampaikan bahwa Paskah 2025 adalah momen penting untuk menunjukkan kepedulian dan membantu mereka yang lemah dan dilemahkan sebagai bentuk nyata dari bakti kepada Tuhan.
Suharyo menegaskan, jika sebuah bangsa tidak hidup dalam damai dan sejahtera, maka kesetiaannya kepada Tuhan patut dipertanyakan.
Menurutnya, bakti sejati kepada Tuhan hanya bisa dilihat dari indikator-indikator konkret yang tercermin dalam tindakan nyata.
Ia mengingatkan bahwa dalam sejarah umat Allah, meski telah diberikan banyak hal baik, bakti umat justru semakin lama semakin luntur.
Manusia Paskah, jelas Suharyo, adalah mereka yang membiarkan Kristus bangkit dalam dirinya.
Tanda dari orang semacam itu adalah meneladani Yesus yang berjalan dan berkeliling sambil berbuat baik.
Contoh sederhana dari perbuatan baik itu adalah menjadi penabur harapan bagi orang lain.
Peziarah Pengharapan dalam Konteks Tahun Yubileum 2025
Dalam semangat Tahun Yubileum 2025, Suharyo menyebut ini sebagai waktu yang tepat untuk memulihkan tatanan yang rusak, agar mereka yang tidak berdaya dapat bangkit kembali.
Keuskupan Agung Jakarta saat ini mengangkat tema "Peziarah Pengharapan" sebagai refleksi gerakan iman umat Katolik.
Umat dituntut untuk menemukan jalan agar bisa menjadi peziarah dan penabur pengharapan di tengah masyarakat.
Suharyo mengingatkan bahwa meskipun masyarakat biasa tidak memiliki wewenang membuat kebijakan, mereka tetap bisa memberikan kontribusi nyata melalui tindakan-tindakan kecil.
Ia mencontohkan seorang perempuan dari Kalimantan yang datang ke Jakarta demi mengobati anaknya yang mengidap kanker, dan gereja menyediakan rumah teduh sebagai tempat tinggal sementara bagi mereka.
Suharyo juga menyebut banyak orang lintas agama turut menyediakan fasilitas serupa, yang menunjukkan semangat pengharapan bersama.
Perbuatan baik, katanya, tidak harus besar.
Hal kecil seperti mematuhi aturan lalu lintas bisa menjadi bentuk nyata dari harapan akan rasa aman bagi pengguna jalan lainnya.
Suharyo turut menyoroti sejumlah isu kemanusiaan di Indonesia, seperti tindak pidana perdagangan orang (TPPO), judi daring, dan korupsi.
Ia mengutip Paus Fransiskus: "Luka-luka bernanah akibat korupsi ini merupakan dosa berat yang berteriak ke surga. Karena luka itu merongrong dasar-dasar kehidupan pribadi dan masyarakat, korupsi membuat kita tidak mampu melihat masa depan dengan penuh harapan."
Isu lain yang turut menjadi perhatian adalah kekerasan dalam rumah tangga dan antarwarga.
Menurut Suharyo, masing-masing pihak harus mencari akar dari permasalahan yang terjadi sesuai tanggung jawabnya.
Pemerintah, dunia bisnis, dan masyarakat luas harus bekerja sama dalam mengupayakan kebaikan bersama demi menciptakan masa depan yang penuh harapan.
- Penulis :
- Arian Mesa