
Pantau - Hidrogen kini dipandang sebagai pilar utama dalam transisi energi global menuju sistem yang lebih bersih dan berkelanjutan, serta menjadi peluang ekonomi baru bagi Indonesia di tengah meningkatnya permintaan global.
Permintaan terhadap hidrogen, khususnya hidrogen hijau, meningkat signifikan dalam beberapa tahun terakhir seiring komitmen global untuk menurunkan emisi karbon.
Data International Energy Agency (IEA) menunjukkan permintaan global terhadap hidrogen diprediksi meningkat hingga tiga kali lipat pada tahun 2050, terutama dari sektor industri, transportasi, dan pembangkit listrik.
Hidrogen dinilai menjadi solusi utama untuk sektor-sektor industri yang sulit melakukan dekarbonisasi, seperti industri baja, semen, petrokimia, dan pengolahan minyak.
Hidrogen hijau, yang diproduksi tanpa menghasilkan emisi karbon, dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar, sumber elektrifikasi, maupun bahan baku industri.
Potensi Ekonomi dan Investasi Hidrogen di Indonesia
Pemanfaatan hidrogen di Indonesia selaras dengan target Enhanced-Nationally Determined Contribution (E-NDC) untuk mereduksi emisi karbon sebesar 358 juta ton CO2 pada tahun 2030.
Hidrogen juga menawarkan diversifikasi sumber energi, stabilitas pasokan jangka panjang, serta efisiensi biaya bahan bakar bagi sektor industri.
Fleksibilitas energi hidrogen yang dapat disimpan dan digunakan saat dibutuhkan menjadikannya solusi ideal bagi keberlanjutan operasi manufaktur.
Di Indonesia, sektor hilir mulai menjajaki potensi hidrogen melalui kajian dan uji coba teknologi.
Hidrogen diprediksi menciptakan nilai tambah ekonomi, menarik investasi asing, dan membuka lapangan kerja baru.
Pemerintah memperkirakan diperlukan investasi sebesar 25,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp252 triliun untuk pengembangan hidrogen dari energi terbarukan dalam periode 2031–2060.
Kementerian Investasi mencatat minat investor terhadap proyek hidrogen hijau di Indonesia meningkat tajam.
Beberapa perusahaan energi global telah menandatangani nota kesepahaman untuk mengembangkan fasilitas produksi hidrogen di berbagai daerah potensial di Indonesia.
Pertamina, misalnya, telah menggelontorkan investasi sebesar 11 miliar dolar AS atau Rp185 triliun dalam pengembangan hidrogen hijau.
The Global Green Growth Institute (GGGI) bekerja sama dengan Samsung dan Hyundai dalam proyek senilai 1,2 miliar dolar AS atau Rp20,2 triliun di Blok Sarulla, Sumatera Utara.
Industri hidrogen diperkirakan akan menciptakan puluhan ribu lapangan kerja baru di sektor konstruksi, logistik, riset dan pengembangan, serta manufaktur.
Tantangan Infrastruktur dan Potensi Efisiensi Biaya
Meski potensinya besar, pengembangan hidrogen di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan, termasuk infrastruktur pengisian bahan bakar yang belum tersedia secara luas.
Harga hidrogen juga masih tergolong tinggi, yakni antara 5 hingga 10 dolar AS atau sekitar Rp168 ribu per kilogram.
Padahal, 1 kilogram hidrogen dapat digunakan untuk menempuh jarak hingga 100 kilometer pada kendaraan berbahan bakar hidrogen.
Jika infrastruktur mendukung, harga hidrogen di Indonesia diprediksi bisa turun hingga 1 dolar AS atau Rp16 ribu per kilogram.
Energi sebesar 33,33 kWh yang terkandung dalam 1 kilogram hidrogen, setara dengan nilai listrik sebesar Rp48.151 berdasarkan tarif golongan bisnis menengah saat ini.
Penggunaan hidrogen dapat menekan biaya energi secara signifikan, yang pada akhirnya memungkinkan pelaku industri melakukan ekspansi dan membuka lebih banyak lapangan kerja.
Riset dan inovasi menjadi kunci dalam menurunkan harga produksi, penyimpanan, dan distribusi hidrogen.
Sinergi antara pemerintah dan sektor swasta mutlak dibutuhkan untuk menciptakan iklim investasi yang mendukung pengembangan industri hidrogen.
Hidrogen diyakini tidak hanya sebagai solusi strategis atas tantangan energi global, tetapi juga sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Pemerintah diharapkan mengoptimalkan roadmap hidrogen nasional yang mencakup aspek produksi, distribusi, dan pemanfaatan lintas sektor.
- Penulis :
- Arian Mesa