
Pantau - Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) menyebutkan bahwa banyak toko ritel tutup akibat kalah bersaing dengan pemain besar di industri ritel.
Biaya operasional yang tinggi, terutama bagi peritel dengan jumlah toko terbatas, menjadi salah satu penyebab utama dari fenomena ini.
Selain itu, perubahan perilaku konsumen yang kini lebih memilih platform belanja online turut memberikan tekanan besar pada ritel konvensional.
Ritel Konvensional Masih Relevan, Perlu Dukungan Pemerintah
Meski menghadapi tantangan besar, Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah menyatakan bahwa toko offline tetap relevan dan para pelaku usaha mulai melakukan ekspansi ke ranah digital.
Ia optimis industri ritel masih memiliki prospek tumbuh, mengingat Indonesia memiliki pasar domestik besar dengan populasi sekitar 270 juta jiwa.
Selain potensi pasar dalam negeri, peluang ekspor juga dinilai menjadi salah satu harapan bagi sektor ini untuk berkembang lebih jauh.
Pertumbuhan ritel diperkirakan bervariasi, tergantung segmen; sektor personal care bisa tumbuh hingga 10 persen, sedangkan segmen minimarket diproyeksikan tumbuh 8–9 persen.
Namun, Budihardjo mengingatkan bahwa tren penutupan toko kemungkinan masih akan berlanjut, terutama akibat tekanan ekonomi global seperti dampak perang dagang AS-China.
Pelaku industri mendesak pemerintah memberikan dukungan berupa kemudahan izin usaha, pemangkasan pajak, hingga stimulus ekonomi seperti BLT atau voucher belanja.
Hippindo juga mengusulkan pencabutan kebijakan efisiensi anggaran demi menggairahkan konsumsi dan mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
Beberapa jaringan ritel besar yang telah menutup atau mengurangi jumlah gerainya antara lain Giant, Matahari Department Store, dan Alfamart.
- Penulis :
- Balian Godfrey