Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Polisi Bongkar Transaksi Sianida Ilegal 494 Ton oleh PT SHC, Gunakan Izin Impor Kadaluarsa

Oleh Arian Mesa
SHARE   :

Polisi Bongkar Transaksi Sianida Ilegal 494 Ton oleh PT SHC, Gunakan Izin Impor Kadaluarsa
Foto: Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Pol. Nunung Syaifuddin (dua dari kiri) saat menunjukkan bahan kimia berbahaya berupa sianida di Pergudangan Margomulyo Indah, Surabaya, Jawa Timur (sumber: Bidhumas Polda Jatim)

Pantau - Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri tengah menyelidiki kasus impor dan distribusi ilegal bahan kimia berbahaya sianida oleh PT Sumber Hidup Chemindo (SHC), yang disebut menggunakan izin palsu milik perusahaan tambang emas yang sudah tidak aktif.

Izin Impor Tak Sah, Sianida Diperdagangkan Secara Luas

Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Pol. Nunung Syaifuddin menyatakan bahwa pihaknya mendalami aspek perizinan impor yang digunakan PT SHC dalam transaksi tersebut.

"Perizinan impor dan kegiatan importir, yaitu kuota dari importir umum," ujar Brigjen Pol. Nunung.

Menurutnya, PT SHC tidak memiliki izin resmi sebagai penerima sianida dari luar negeri.

Saat ini hanya ada dua perusahaan yang secara resmi berwenang mengimpor sianida, yaitu PT PPI dan PT Sarinah.

"Jadi, kalaupun toh ada pihak lain yang mengimpor sianida dari luar negeri, harus untuk kepentingan sendiri, yaitu perusahaan yang sudah memiliki izin dari Kementerian Perdagangan," kata Nunung.

Namun, PT SHC diketahui menggunakan izin dari perusahaan tambang yang masa berlakunya telah habis.

Distribusi sianida impor tersebut melibatkan sejumlah pemasok yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.

"Supplier-nya ini sebagian besar berada di daerah Indonesia timur, khususnya di Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulteng, dan di Kalimantan Tengah," ujar Brigjen Pol. Nunung.

Rangkaian Pengungkapan dan Modus Operasi

Kasus ini terungkap setelah polisi mendapatkan informasi mengenai perdagangan ilegal sodium cyanide yang dilakukan oleh Direktur PT SHC, Steven Sinugroho.

Penggeledahan pertama dilakukan di gudang PT SHC di Surabaya pada 11 April 2025.

Mengetahui penggeledahan tersebut, pihak perusahaan mengalihkan pengiriman 10 kontainer sianida ke gudang lain di Pasuruan.

Hasil penyelidikan mengungkap bahwa PT SHC menyimpan bahan kimia berbahaya di dua lokasi tersebut.

Modus yang digunakan adalah dengan mengimpor sianida dari Tiongkok menggunakan dokumen perusahaan tambang emas yang tidak lagi beroperasi.

Selama sekitar satu tahun, kegiatan ini telah menghasilkan 494,4 ton atau sekitar 9.888 drum sianida.

"Awalnya digunakan untuk kegiatan produksi internal perusahaan. Namun, kemudian diperjualbelikan tanpa izin resmi," ujar Nunung.

Sianida tersebut diduga dijual kepada penambang emas ilegal di berbagai daerah di Indonesia.

Pengiriman dilakukan tanpa label, atau dipindahkan ke wadah lain seperti drum milik PT PPI, untuk menghindari deteksi.

Polisi menyebut tersangka memiliki pelanggan tetap yang melakukan pembelian dalam jumlah besar, antara 100–200 drum per transaksi dengan harga Rp6 juta per drum.

Barang Bukti dan Ancaman Hukuman

Dalam penggerebekan, polisi menyita ribuan drum sianida dari berbagai produsen dan negara asal.

Barang bukti yang disita termasuk 1.092 drum putih dan 710 drum hitam dari Hebei Chengxin Co. Ltd., Tiongkok.

Polisi juga menemukan ratusan drum tanpa label serta drum dari Taekwang Ind. Co. Ltd. Korea dan PT Sarinah.

Di gudang Pasuruan, ditemukan 3.520 drum sianida bermerek Guangan Chengxin Chemical berwarna telur asin.

Steven Sinugroho telah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 8 ayat (1) huruf a, e, dan f juncto Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Ancaman hukuman yang dihadapi adalah pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp2 miliar.

Penulis :
Arian Mesa