
Pantau - Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof. Hibnu Nugroho, menegaskan bahwa pemberantasan premanisme tidak boleh bersifat temporer dan harus dijalankan secara berkelanjutan demi menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Ia menyampaikan pandangannya tersebut pada Jumat, 30 Mei 2025, saat dihubungi dari Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Hibnu mengapresiasi pelaksanaan Operasi Aman 2025 yang digelar pada 12–31 Mei oleh kepolisian sebagai wujud nyata kehadiran negara dalam menjaga ketertiban masyarakat.
Menurut data Bareskrim Polri, sekitar 3.500 pelaku premanisme telah ditangkap dalam operasi tersebut.
Namun, hanya sekitar 50 pelaku yang terafiliasi dengan organisasi kemasyarakatan (ormas), selebihnya adalah individu yang bertindak atas nama pribadi.
Ormas Jangan Distigma, Penanganan Harus Integral
Hibnu menegaskan bahwa fakta tersebut menunjukkan ormas tidak bisa secara langsung disalahkan atas tindakan premanisme dan tidak layak mendapat stigma negatif akibat ulah oknum.
Ia menyebut bahwa keberadaan ormas justru dapat menjadi mitra pemerintah dalam kegiatan sosial dan pemberdayaan masyarakat.
Untuk itu, menurutnya, Kepolisian harus aktif tidak hanya dalam penindakan, tetapi juga dalam upaya pencegahan dan pembinaan.
Ia juga mendorong agar Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri turun tangan dalam melakukan pembinaan terhadap ormas agar tidak disusupi kepentingan destruktif.
Penanganan premanisme, lanjutnya, harus dilakukan secara integral dengan melibatkan Polri, pemerintah daerah, lembaga nonpemerintah, serta tokoh agama dan masyarakat.
Hibnu menyoroti bahwa kondisi ekonomi dan terbatasnya lapangan kerja juga menjadi faktor pemicu aksi premanisme yang harus ditangani melalui pendekatan lintas sektor.
Ia menutup dengan pernyataan bahwa Operasi Aman tidak boleh hanya menjadi kegiatan seremonial, melainkan harus menjadi awal dari gerakan berkelanjutan untuk menjaga kamtibmas secara menyeluruh.
- Penulis :
- Balian Godfrey