
Pantau - Pengamat asuransi Irvan Rahardjo menilai bahwa penerapan skema co-payment dalam produk asuransi kesehatan tidak akan merugikan masyarakat, justru memberikan manfaat jangka panjang baik bagi nasabah maupun perusahaan asuransi.
Ia menjelaskan bahwa skema ini berpotensi menurunkan premi karena selama ini banyak terjadi klaim berlebihan atau overutilization yang membebani sistem.
“Co-payment tidak merugikan selama perusahaan asuransi menunjukkan komitmen pelayanan klaim yang lebih baik dan menurunkan premi sebagai kompensasi,” ujar Irvan.
Berlaku Mulai 2026, Skema Co-Payment Atur Risiko Bersama
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 7/SEOJK.05/2025 yang mengatur tentang produk asuransi, termasuk skema co-payment yang akan berlaku efektif mulai 1 Januari 2026.
Dalam skema ini, peserta asuransi diwajibkan menanggung sebagian biaya klaim kesehatan, dengan porsi co-payment sebesar 10 persen dari total klaim.
Batas maksimum biaya co-payment ditetapkan Rp300.000 untuk rawat jalan dan Rp3.000.000 untuk rawat inap.
Skema ini hanya berlaku untuk produk asuransi kesehatan komersial dan tidak berdampak pada peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan.
Kendalikan Moral Hazard dan Tekan Lonjakan Premi
Menurut Irvan, skema co-payment dapat meminimalisir moral hazard dan potensi penyalahgunaan klaim yang dapat berasal dari semua pihak, termasuk perusahaan asuransi, rumah sakit, dokter, dan pasien.
Ia menyebut bahwa co-payment juga efektif menekan kecenderungan masyarakat untuk melakukan diagnosis dan pengobatan yang tidak diperlukan hanya karena merasa "semua ditanggung asuransi".
Meskipun ada inflasi medis, Irvan optimistis bahwa co-payment tidak akan menurunkan minat masyarakat terhadap asuransi, karena biaya tambahan tersebut hanya bersifat variabel dan hanya dibayarkan ketika klaim terjadi.
Ia juga menilai bahwa BPJS Kesehatan tidak menjadi alternatif migrasi karena akan menerapkan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang lebih terbatas.
“Penting untuk dilakukan edukasi kepada nasabah agar memahami co-payment sebagai bentuk pembagian risiko yang bertujuan menjaga keberlanjutan layanan asuransi,” tegasnya.
Industri Asuransi: Co-Payment Bantu Jaga Premi Tetap Terjangkau
Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Budi Tampubolon, menyatakan bahwa skema co-payment akan membuat tarif premi lebih terjangkau di tengah lonjakan biaya layanan kesehatan.
Menurut Budi, tanpa skema seperti ini, premi asuransi akan terus naik secara signifikan dan menjadi beban yang tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat.
- Penulis :
- Balian Godfrey