billboard mobile
FLOII Event 2025 - Paralax
ads
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

MK Tolak Uji Materi Pasal Diskresi Polisi dalam UU Polri, Nilai Frasa “Kepentingan Umum” Masih Relevan

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

MK Tolak Uji Materi Pasal Diskresi Polisi dalam UU Polri, Nilai Frasa “Kepentingan Umum” Masih Relevan
Foto: MK Tolak Uji Materi Pasal Diskresi Polisi dalam UU Polri, Nilai Frasa “Kepentingan Umum” Masih Relevan(Sumber: ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/YU)

Pantau - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi terhadap Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) yang diajukan oleh tiga pemohon warga negara.

"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya", demikian putusan MK yang dibacakan dalam sidang pada pekan ini.

Permohonan diajukan oleh advokat Syamsul Jahidin, Piriada Patrisia Siboro, dan ibu rumah tangga Ernawati, yang mempermasalahkan frasa "kepentingan umum" dan "menurut penilaiannya sendiri" dalam pasal tersebut.

Isi pasal yang diuji menyatakan: "Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri."

MK Nilai Diskresi Polisi Diperlukan untuk Tugas di Lapangan

Para pemohon berpendapat bahwa frasa "kepentingan umum" tidak memiliki definisi yang tegas sehingga berpotensi disalahgunakan.

Sementara itu, frasa "menurut penilaiannya sendiri" dinilai subjektif, multitafsir, dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum serta perlakuan yang tidak adil.

Namun, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa kedua frasa tersebut merupakan bagian dari konsep diskresi yang sah dan masih dibutuhkan dalam praktik kepolisian, terutama untuk memberikan perlindungan, pengayoman, pelayanan kepada masyarakat, dan penegakan hukum.

"Kepentingan umum" dan "penilaiannya sendiri" dipandang sebagai bentuk fleksibilitas hukum agar aparat dapat merespons situasi kompleks serta mencegah tindak pidana.

MK menegaskan bahwa penafsiran terhadap pasal tersebut telah dijelaskan dalam bagian penjelasan UU Polri dan dalam ketentuan umum yang menyertainya.

Pasal 18 ayat (2) juga secara eksplisit memberikan rambu-rambu bahwa diskresi kepolisian hanya dilakukan dalam keadaan yang sangat diperlukan dengan memperhatikan norma hukum dan etika profesi kepolisian.

MK merujuk pada Pasal 16 ayat (2) UU Polri yang memberikan lima batasan penggunaan diskresi, yaitu: tidak bertentangan dengan hukum, selaras dengan kewajiban hukum, patut dan masuk akal, mempertimbangkan keadaan memaksa, dan menghormati hak asasi manusia.

"Menurut Mahkamah, frasa ‘kepentingan umum’ dan frasa ‘penilaiannya sendiri’ dalam Pasal 18 ayat (1) UU 2/2002 masih diperlukan oleh aparat kepolisian sebagai tindakan diskresi yang dibutuhkan dalam rangka melaksanakan dan memberikan perlindungan, pengayoman, serta pelayanan kepada masyarakat, serta penegakan hukum", tegas MK.

Dua Permohonan Lain Juga Ditolak

Selain perkara ini, Mahkamah juga menolak dua permohonan uji materi lainnya terhadap UU Polri, yakni perkara Nomor 76/PUU-XXIII/2025 dan 78/PUU-XXIII/2025.

Pada perkara Nomor 76, MK menyatakan bahwa pemohon tidak mampu menjelaskan kerugian konstitusional yang dialaminya.

Sementara pada perkara Nomor 78, permohonan dinilai tidak jelas atau kabur (obscuur libel), sehingga tidak dapat diterima untuk diperiksa lebih lanjut.

Dengan demikian, ketentuan diskresi dalam Pasal 18 ayat (1) UU Polri dinyatakan tetap konstitusional dan masih sah digunakan dalam pelaksanaan tugas kepolisian.

Penulis :
Aditya Yohan