Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Menag Nasaruddin Umar Tekankan Pentingnya Ekoteologi dalam AICIS+ 2025 untuk Selamatkan Alam dan Kemanusiaan

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Menag Nasaruddin Umar Tekankan Pentingnya Ekoteologi dalam AICIS+ 2025 untuk Selamatkan Alam dan Kemanusiaan
Foto: Menag Nasaruddin Umar Tekankan Pentingnya Ekoteologi dalam AICIS+ 2025 untuk Selamatkan Alam dan Kemanusiaan(Sumber: ANTARA/Asep Firmansyah)

Pantau - Kementerian Agama (Kemenag) kembali menggelar konferensi Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS+) pada 29–31 Oktober 2025 di Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Depok, dengan salah satu fokus utama pada isu ekoteologi.

AICIS+ Perluas Pembahasan ke Isu Lingkungan dan Digital

Menteri Agama Nasaruddin Umar menyampaikan bahwa AICIS+ kali ini berbeda dari penyelenggaraan sebelumnya karena memperluas ruang lingkup diskusi, tidak hanya seputar studi peradaban Islam.

"Ada delapan subtema yang akan dibahas, meliputi lingkungan, sains, teknologi, hingga digital," ujarnya.

Ia menekankan pentingnya subtema ekoteologi, karena menurutnya, kerusakan alam akibat hubungan yang tidak harmonis antara manusia dan lingkungan dapat menyebabkan kerugian besar yang bahkan melebihi dampak perang.

"Jadi kalau kita tidak berhasil menciptakan harmoni antara lingkungan hidup dan lingkungan alam, maka tingkat kematian manusia itu sangat dahsyat," tegasnya.

Ekoteologi Sebagai Pendekatan Spiritual dan Teologis

Nasaruddin mengungkapkan bahwa sekitar satu juta orang meninggal setiap tahun akibat perubahan iklim, dan hal ini harus menjadi perhatian bersama.

Ia mengutip Max Weber, filsuf asal Jerman, bahwa perubahan perilaku masyarakat harus dimulai dari sistem pengetahuan atau logos, namun hal tersebut harus dilengkapi dengan transformasi sistem nilai atau ethos.

"Jadi kalau kita ingin menciptakan dunia ini sejahtera, aman, damai, maka memang harus menggunakan bahasa teologi, bahasa agama," katanya.

Menurutnya, pendekatan spiritual lebih efektif daripada sekadar pendekatan politik atau pemerintahan dalam membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan.

"Bahasa politik, bahasa diplomasi, dan bahasa pemerintah, itu kadang-kadang tidak efektif untuk mengajak masyarakat untuk sadar, menyadarkan diri," ujarnya.

Menag menilai bahwa pembahasan ekoteologi dalam AICIS+ adalah langkah konkret menyelamatkan alam dan kemanusiaan melalui jalan spiritual.

"Kesadaran spiritual itu yang akan melahirkan kesadaran logika, dan kesadaran logika itu nanti akan menyadarkan perbuatan kita sendiri. Maka saya kira dunia akan semakin damai, semakin tenang, semakin nyaman untuk dihuni," tutupnya.

Penulis :
Aditya Yohan

Terpopuler