
Pantau - Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, menyatakan bahwa pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah mengusulkan pembentukan Rancangan Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Daerah (RUU BUMD) secara terpisah dari Undang-Undang Pemerintahan Daerah (UU Pemda).
Rencana tersebut telah disampaikan Kemendagri dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi II DPR RI dua pekan sebelumnya.
Menurut Rifqinizamy, urgensi pembentukan RUU ini didasarkan pada kondisi mayoritas BUMD yang dinilai memprihatinkan.
"RUU ini diusulkan karena kondisi mayoritas BUMD kita saat ini sangat memprihatinkan. Dari total 1.571 BUMD dengan aset lebih dari Rp1.200 triliun, sekitar 70 persen tidak dalam kondisi perform, bahkan sebagian besar dalam keadaan sakit," ungkapnya.
Penyebab Lemahnya Kinerja BUMD
Rifqinizamy menyebut tata kelola yang buruk dan intervensi politik sebagai faktor utama lemahnya kinerja BUMD di Indonesia.
Banyak posisi penting seperti dewan pengawas, komisaris, hingga direksi BUMD diisi oleh individu tidak kompeten yang merupakan titipan kepala daerah hasil Pilkada langsung.
"Selama ini tidak ada standar kompetensi bagi calon direksi, komisaris, maupun dewan pengawas BUMD. Akibatnya, banyak yang diisi oleh tim sukses kepala daerah tanpa kapasitas yang memadai," ia mengungkapkan.
Untuk membenahi situasi tersebut, pemerintah berencana membentuk Direktorat Jenderal Pembinaan dan Pengawasan BUMD sebagai unit eselon I di Kemendagri.
"Pemerintah merasa perlu membenahi ini secara struktural. Salah satunya dengan membentuk Direktorat Jenderal Pembinaan dan Pengawasan BUMD sebagai unit eselon I di Kemendagri. Langkah ini akan memperkuat fungsi pembinaan yang selama ini hanya dilakukan oleh pejabat eselon III," ungkap Rifqinizamy.
Dorongan Standarisasi dan Kontrol Pusat
Komisi II DPR RI menyambut baik inisiatif pemerintah dan menyatakan kesiapan untuk membahas RUU BUMD secara bersama-sama.
Rifqinizamy menegaskan bahwa reformasi pengelolaan BUMD harus dimulai dari standarisasi kompetensi manajemen dan pengurusnya.
Selain itu, Komisi II meminta agar pemerintah pusat diberi kewenangan lebih kuat untuk mengontrol siklus hidup BUMD, mulai dari pendirian, manajemen, evaluasi, hingga pembinaan.
Jika diperlukan, undang-undang baru ini juga harus memberi kewenangan kepada pemerintah pusat untuk membekukan atau membubarkan BUMD yang bermasalah.
"BUMD seharusnya bisa menjadi penopang utama pembangunan daerah dan proyek strategis nasional tanpa selalu bergantung pada APBN. Tapi ini hanya bisa terwujud jika kita menata ulang sistem pengelolaannya secara menyeluruh," tegas Rifqinizamy.
- Penulis :
- Shila Glorya





