Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Dapur Sehat Pertama di Indonesia Timur Resmi Beroperasi di NTT, Salurkan Makanan Bergizi ke 1.267 Siswa dan Puluhan Ibu

Oleh Shila Glorya
SHARE   :

Dapur Sehat Pertama di Indonesia Timur Resmi Beroperasi di NTT, Salurkan Makanan Bergizi ke 1.267 Siswa dan Puluhan Ibu
Foto: Tenaga Ahli Utama Badan Gizi Nasional Florencio Mario Vieira saat meninjau pengoperasian SPPG 3T di Kecamatan Mollo Barat, Kabupaten TTS (sumber: ANTARA/HO-Foto Pribadi)

Pantau - Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) resmi beroperasi di Desa Koa, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT) sejak Senin, 28 Juli 2025, dengan menyalurkan Makanan Bergizi Gratis (MBG) kepada siswa dari berbagai jenjang pendidikan.

Distribusi Makanan Bergizi di Wilayah Terisolasi

SPPG Koa menjadi dapur sehat pertama di kawasan Indonesia Timur yang mengadopsi pendekatan accessibility, availability, dan affordability untuk menjangkau wilayah non-3T yang terisolasi.

Sebanyak 1.267 siswa dan siswi dari empat jenjang pendidikan—PAUD, SD, SMP, dan SMA—mendapatkan asupan MBG setiap harinya.

Selain itu, 44 ibu hamil, ibu menyusui, dan balita non-PAUD di Kecamatan Mollo Barat juga menerima bantuan makanan bergizi dari dapur ini.

Tenaga Ahli Utama Badan Gizi Nasional (BGN), Florencio Mario Vieira, mengatakan bahwa dapur sehat ini memiliki nilai strategis dalam pemerataan gizi di daerah terpencil.

"Dapur sehat ini bukan hanya pertama di NTT, tetapi juga di kawasan Indonesia Timur," ungkapnya.

Medan Sulit dan Tantangan Distribusi

Untuk mencapai lokasi SPPG Koa, kendaraan harus melintasi jalur berlubang dan dua sungai selebar sekitar dua kilometer, membuat akses ke wilayah ini sangat sulit, terutama saat musim hujan.

Pada hari pertama distribusi, anak-anak dari SD Negeri Fafioban, SD Negeri Koa, dan SMP I Koa tampak menikmati makanan yang diberikan dengan lahap.

"Hampir semua siswa/siswi di sejumlah sekolah itu mengaku jarang, bahkan tidak pernah makan daging atau makanan yang standar untuk pemenuhan gizi seimbang," jelas Mario.

Mario juga menyampaikan pentingnya memperluas penerima manfaat MBG, termasuk para guru yang bertugas di wilayah terisolasi tersebut.

"Jangan sampai mereka hanya menonton ketika siswanya makan," ia mengungkapkan.

Salah satu guru bahkan menempuh jarak 44 kilometer selama 2,5 jam menggunakan sepeda motor dari Kecamatan Niki-niki demi mengajar di Desa Koa.

Penulis :
Shila Glorya