
Pantau - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, meminta pemerintah daerah untuk memperkuat kemandirian fiskal dengan bijak dan hati-hati, menyusul terjadinya unjuk rasa besar di Kabupaten Pati akibat kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen.
Kemandirian Fiskal Rendah, Pemda Terlalu Bergantung pada APBN
Rifqinizamy menjelaskan bahwa kasus di Pati mencerminkan persoalan struktural fiskal daerah yang masih sangat bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat.
“Apa yang terjadi di Pati sesungguhnya bisa dilihat dari beberapa perspektif. Perspektif yang pertama adalah bahwa kemandirian fiskal pendapatan asli daerah di hampir semua provinsi, kabupaten, kota di Indonesia itu cukup rendah. Mereka bergantung sangat tinggi kepada transfer dana pusat ke daerah, yaitu transfer APBN ke daerah,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa ketika pemerintah pusat melakukan efisiensi dan refocusing anggaran untuk mendukung program strategis nasional, banyak daerah kesulitan membiayai programnya sendiri.
“Ketika APBN dilakukan efisiensi dan refocusing untuk program-program strategis pemerintah maka daerah gelagapan. Karena itu beberapa kepala daerah berinisiatif meningkatkan pajak-pajak daerah untuk kemudian meningkatkan pendapatan asli daerahnya,” ungkap Rifqinizamy.
Namun, kebijakan semacam itu sering kali berdampak langsung kepada masyarakat dan menimbulkan resistensi karena dinilai memberatkan di tengah kondisi ekonomi yang tidak stabil.
“Problem ini menjadi sengkarut karena masalah ekonomi daerah, ekonomi regional bahkan ekonomi nasional kita itu kan pada posisi yang sedang tinggi dinamikanya dan tidak baik-baik saja, karena itu kebijakan ini tidak populer di masyarakat yang cenderung mendapat kritik oleh publik,” tambahnya.
Imbauan Agar Kebijakan Pajak Dikomunikasikan Secara Bijak
Rifqinizamy mengingatkan bahwa pejabat publik harus sensitif dan bijak dalam mengomunikasikan kebijakan fiskal yang langsung menyentuh rakyat.
“Menurut pandangan saya memang pada akhirnya pejabat publik dituntut untuk mampu banyak menahan diri terkait dengan hal-hal yang sangat sensitif terhadap rakyat. Kasus di Pati ini adalah hikmah dan pelajaran bagi kita bersama untuk melihat bagaimana hubungan antara kepala daerah dengan rakyat terutama itu sesungguhnya tidak boleh berjarak,” ujarnya.
Unjuk rasa di Pati terjadi pada Rabu, di mana sekitar seratus ribu orang dari Aliansi Masyarakat Pati Bersatu melakukan aksi protes di depan Kantor Bupati Pati.
Aksi ini dipicu oleh keputusan Bupati Pati, Sudewo, yang baru beberapa bulan menjabat, untuk menaikkan PBB-P2 secara signifikan.
Ketika Sudewo muncul di hadapan massa untuk mendengarkan aspirasi, situasi memanas dan terjadi kericuhan, termasuk lemparan sandal serta botol plastik ke arah sang bupati.
Aparat kepolisian akhirnya membubarkan aksi dan menangkap 11 orang yang diduga sebagai provokator.
Menanggapi insiden tersebut, Bupati Sudewo menyatakan bahwa peristiwa ini merupakan bagian dari proses belajar bagi dirinya.
“Tentu ada kekurangan yang harus dibenahi ke depan. Saya akan memperbaiki segala sesuatunya,” katanya.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf
- Editor :
- Tria Dianti