Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Wacana "Kabupaten Merdeka Fiskal" Menguat, DPR dan Apkasi Bahas Kemandirian Daerah dan Masa Depan Demokrasi

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Wacana "Kabupaten Merdeka Fiskal" Menguat, DPR dan Apkasi Bahas Kemandirian Daerah dan Masa Depan Demokrasi
Foto: (Sumber: Diskusi Apkasi dengan Komisi II DPR RI membahas terkait Kabupaten Merdeka Fiskal di Jakarta, 20 Agustus 2025. (ANTARA/HO-Apkasi))

Pantau - Komisi II DPR RI bersama Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) menggelar diskusi terbatas yang membahas arah kebijakan fiskal daerah serta masa depan demokrasi elektoral Indonesia.

Hanya 4,76 Persen Daerah Mandiri Secara Fiskal

Diskusi menyoroti urgensi membangun fondasi kemandirian fiskal di tingkat kabupaten sebagai prasyarat utama tata kelola pemerintahan daerah yang kuat dan otonom.

Data menunjukkan sekitar 90,3 persen daerah di Indonesia, atau 493 dari total 546 daerah, masih bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat karena lemahnya kapasitas fiskal lokal.

Hanya 26 daerah (4,76 persen) yang dinilai mampu mandiri secara fiskal, yakni dengan pendapatan asli daerah (PAD) yang lebih besar dari dana transfer pusat.

Ketergantungan ini menghambat optimalisasi badan usaha milik daerah (BUMD), badan layanan umum daerah (BLUD), serta pemanfaatan aset sebagai fondasi ekonomi lokal.

Konsep "Kabupaten Merdeka Fiskal" yang diusulkan tidak berarti memutus hubungan dengan pemerintah pusat, tetapi mendorong perubahan paradigma dari ketergantungan menuju kemandirian fiskal.

Dalam paradigma baru ini, transfer pusat hanya diposisikan sebagai stimulan pembangunan, bukan sumber pembiayaan utama.

Strategi dan Payung Hukum untuk Kemandirian Daerah

Beberapa strategi yang disoroti untuk mencapai kemandirian fiskal antara lain diversifikasi sumber PAD, reformasi menyeluruh BUMD, optimalisasi aset daerah, serta perbaikan tata kelola dana transfer pusat agar lebih tepat sasaran.

Komisi II DPR RI bersama Kementerian Dalam Negeri saat ini sedang menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Usaha Milik Daerah sebagai instrumen hukum strategis untuk penguatan peran BUMD.

RUU tersebut diharapkan mampu menciptakan tata kelola BUMD yang modern, memisahkan fungsi layanan publik dari kegiatan bisnis, memastikan proses seleksi direksi bebas dari intervensi politik, serta memperkuat sistem pengawasan.

Pemisahan tegas antara fungsi sosial BUMD sebagai penyedia layanan publik (public service obligation atau PSO) dan aktivitas komersialnya juga menjadi perhatian penting.

Untuk PSO, harus tersedia kompensasi yang adil agar tidak terjadi subsidi silang yang dapat melemahkan kinerja bisnis BUMD.

Kemandirian Fiskal dan Reformasi Elektoral Jadi Fondasi Demokrasi 2029

Selain isu fiskal, diskusi juga menyinggung dampak Putusan Mahkamah Konstitusi No.135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal dengan jeda waktu 2,5 tahun.

Penulis menilai bahwa jika visi Kabupaten Merdeka Fiskal bisa terwujud sejalan dengan kodifikasi regulasi pemilu yang matang, maka pada tahun 2029 Indonesia berpotensi memiliki sistem demokrasi yang lebih kokoh dan pembangunan daerah yang lebih merata.

Penulis :
Aditya Yohan