
Pantau - Kementerian Agama (Kemenag) mengusulkan kebutuhan formasi sebanyak 71 ribu Penyuluh Agama Islam kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) guna memperluas dan memperkuat akses layanan keagamaan di seluruh Indonesia.
“Sekurang-kurangnya kebutuhan Penyuluh Agama Islam mencapai 71 ribu,” ungkap Direktur Penerangan Agama Islam, Ahmad Zayadi.
Jumlah Penyuluh Menurun, Layanan Masyarakat Terancam
Saat ini, jumlah penyuluh agama mengalami penurunan drastis dari sebelumnya lebih dari 50 ribu menjadi sekitar 28 ribu orang.
Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 5 ribu penyuluh yang berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Penurunan ini disebabkan antara lain oleh tidak tersedianya formasi khusus dalam rekrutmen ASN, sehingga sebagian penyuluh memilih formasi lain.
Jika kondisi ini dibiarkan, dikhawatirkan akan berdampak pada kualitas dan jangkauan layanan penyuluhan keagamaan kepada masyarakat luas.
Pertimbangan Kebutuhan dan Strategi Pemerataan
Usulan formasi 71 ribu tersebut mencakup berbagai jenjang, mulai dari Penyuluh Agama Ahli Pertama, Ahli Muda, Ahli Madya, hingga Ahli Utama.
Penghitungan kebutuhan formasi ini mempertimbangkan tiga variabel utama:
- Jumlah penduduk beragama Islam yang berhak mendapat layanan penyuluh agama
- Peta ragam persoalan keagamaan
- Tantangan wilayah geografis yang dihadapi
- “Dengan formasi mencukupi, siklus layanan penyuluhan agama diyakini lebih optimal,” ujar Zayadi.
Jika usulan formasi ini disetujui, akses layanan bimbingan dan penyuluhan keagamaan dapat diperluas, termasuk menjangkau wilayah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal).
“Mereka juga punya hak mendapatkan penyuluhan dan bimbingan agama. Negara wajib menjamin itu, bahkan bagi warga negara Indonesia yang tinggal di luar negeri, sekalipun,” tegasnya.
Kualitas Layanan Juga Jadi Prioritas
Selain aspek kuantitas, Kemenag juga menyiapkan naskah akademik untuk kebijakan inpassing yang diharapkan dapat menjadi solusi pemenuhan formasi penyuluh secara nasional.
Kemenag juga menekankan pentingnya peningkatan kualitas dan relevansi layanan penyuluhan agama.
Penyuluh agama dituntut untuk inovatif dan mampu menyesuaikan diri dengan berbagai konteks masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan.
“Mutu penyuluhan harus dijaga agar masyarakat dapat merasakan manfaat kehadiran penyuluh agama,” tutup Zayadi.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf