
Pantau - Anggota Komisi VI DPR RI Firnando H. Ganinduto meminta pemerintah segera mencarikan solusi konkret terkait beban utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung Whoosh agar tidak terus membebani operasional PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Beban Utang Proyek Kereta Cepat Dinilai Ancam Kinerja BUMN
Firnando menegaskan bahwa kondisi keuangan PT KAI saat ini rentan karena beban utang proyek strategis nasional tersebut.
"Kami mengapresiasi kinerja PT KAI yang selama ini cukup baik. Namun, beban keuangan yang ditanggung akibat proyek kereta cepat membuat kondisi PT KAI rentan. Pemerintah harus segera hadir dengan solusi karena proyek ini merupakan agenda kerja negara. Jika beban utang seluruhnya ditimpakan pada PT KAI, kebangkrutan hanya tinggal menunggu waktu," ungkapnya.
Ia menyoroti kerugian PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang mencapai Rp1,246 triliun pada semester I-2025 sebagai "bom waktu" bagi PT KAI.
Menurutnya, utang restrukturisasi sebesar Rp6,9 triliun dari China Development Bank (CDB) harus diselesaikan dengan roadmap yang jelas.
"Kinerja okupansi yang hanya seperlima dari target jelas mengkhawatirkan. Jika dibiarkan, utang infrastruktur tidak akan terbayar, bahkan bisa merembet pada kesehatan BUMN lain dalam konsorsium," ujarnya.
Solusi Strategis dan Tuntutan Pemerintah untuk Bertindak
Firnando menekankan perlunya langkah nyata dari Dirut baru PT KAI dalam menghadapi persoalan tersebut.
"Dirut baru PT KAI harus mampu menghadirkan langkah nyata, mulai dari restrukturisasi utang, pencarian pendanaan alternatif, hingga strategi bisnis inovatif untuk mengurangi defisit," katanya.
Ia menambahkan bahwa solusi tidak bisa sebatas restrukturisasi, tetapi juga harus mencakup peningkatan okupansi penumpang, pembukaan jenis bisnis baru berbasis kereta cepat, dan penataan ulang model bisnis KCIC agar lebih produktif.
Pada 2024 jumlah penumpang Whoosh hanya sekitar 6 juta orang, jauh dari target 31 juta per tahun.
Firnando mengingatkan bahwa beban proyek Whoosh tidak hanya ditanggung PT KAI, tetapi juga PT Wijaya Karya, PT Jasa Marga, dan PT Perkebunan Nusantara I melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia.
"Masalah ini harus ditangani serius agar tidak menimbulkan efek domino ke seluruh ekosistem BUMN. Lebih jauh lagi, kerugian berkelanjutan bisa menggerus kepercayaan investor asing terhadap iklim investasi di Indonesia," ia menegaskan.
Firnando menutup dengan menekankan pentingnya intervensi pemerintah.
"Pekerjaan rumah terbesar PT KAI saat ini adalah menyelamatkan Whoosh. Jika persoalan ini berhasil diurai, maka kinerja bisnis PT KAI yang selama ini sudah mendapat apresiasi dari masyarakat dapat terus berkembang. Kita butuh ide-ide brilian dan keputusan cepat agar beban utang kereta cepat tidak berubah menjadi krisis BUMN," pungkasnya.
- Penulis :
- Arian Mesa