
Pantau - Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Bob Hasan, memastikan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset akan dilakukan secara terbuka dan transparan, dengan melibatkan partisipasi publik yang bermakna.
DPR menargetkan agar RUU ini dapat disahkan pada tahun 2025, sebelum KUHP baru mulai berlaku.
Selaras dengan Reformasi Hukum, Fokus pada Kepastian Mekanisme
"Tidak boleh ada pembahasan yang tertutup. Semua harus bisa diakses publik," tegas Bob Hasan saat menyampaikan keterangan resmi.
Ia menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat agar publik tidak hanya mengetahui judul undang-undang, tetapi juga memahami substansi dan dampaknya.
RUU Perampasan Aset menjadi bagian integral dari reformasi hukum pidana nasional, dan akan disusun secara paralel dengan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang kini tengah difinalisasi.
"Harus jelas, apakah perampasan aset termasuk pidana asal, pidana tambahan, pidana pokok, atau bahkan masuk ranah perdata," ujarnya.
Menurutnya, kejelasan klasifikasi ini penting karena perampasan aset sangat berkaitan dengan mekanisme hukum acara pidana, termasuk penyitaan, pembuktian, hingga eksekusi aset.
Sinkronisasi Regulasi Sebelum KUHP Baru Berlaku
Bob Hasan mengingatkan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru akan mulai berlaku pada 1 Januari 2026.
Karena itu, RKUHAP dan RUU Perampasan Aset harus disusun secara selaras agar tidak terjadi tumpang tindih atau benturan antar regulasi.
"Jangan sampai salah arah. KUHP berlaku 2026 maka acara dan instrumen hukum lain, termasuk perampasan aset, harus punya fondasi yang kokoh," tegasnya.
DPR memastikan bahwa seluruh proses legislasi akan dilakukan dengan prinsip akuntabilitas, keterbukaan, dan keberlanjutan sistem hukum nasional.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf