Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Baleg DPR Bahas Revisi UU Pemerintahan Aceh Bersama Jusuf Kalla

Oleh Arian Mesa
SHARE   :

Baleg DPR Bahas Revisi UU Pemerintahan Aceh Bersama Jusuf Kalla
Foto: Wakil Presiden Ke-10 dan Ke-12 Jusuf Kalla menghadiri rapat dengar pendapat yang digelar Badan Legislasi DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta (sumber: ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi)

Pantau - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar rapat bersama Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla untuk membahas Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (11/9/2025).

Pembahasan Revisi UU Pemerintahan Aceh

Jusuf Kalla hadir dalam rapat Baleg DPR didampingi oleh Hamid Awaluddin, mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada era Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono.

Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan membuka rapat dengan menyampaikan apresiasi.

"Pertama-tama kami ucapkan selamat datang dan terima kasih kepada Bapak Jusuf Kalla yang didampingi oleh Prof Hamid," ungkap Bob Hasan.

Bob Hasan menjelaskan bahwa revisi UU Pemerintahan Aceh dilakukan sebagai tindak lanjut atas beberapa putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan sejumlah pasal dalam UU tersebut.

Ia menambahkan revisi ini juga dimaksudkan untuk menyelaraskan dengan peraturan perundang-undangan nasional lain, seperti UU Pemerintahan Daerah, UU Pemilu, dan UU Desa.

Komitmen Perdamaian dan Pandangan Jusuf Kalla

Menurut Bob Hasan, secara filosofis revisi UU ini mencerminkan komitmen negara dalam melindungi serta memajukan kesejahteraan masyarakat Aceh.

Selain itu, perubahan juga bertujuan menjaga perdamaian yang telah dicapai melalui MoU Helsinki.

DPR meminta pandangan Jusuf Kalla sebagai tokoh negarawan yang memiliki peran penting dalam proses perdamaian Aceh, mengingat MoU Helsinki terjadi saat beliau menjabat sebagai Wakil Presiden.

" Kami harapkan masukan pandangan dari yang terhormat Bapak Jusuf Kalla terhadap substansi pengaturan yang mencakup penguatan kewenangan Pemerintahan Aceh, pengelolaan sumber daya alam, dana otonomi khusus, partai politik lokal, serta penyesuaian kelembagaan dan peraturan daerah," kata Bob Hasan.

Ia menegaskan bahwa substansi perubahan tersebut dilakukan untuk mencerminkan semangat perdamaian MoU Helsinki sekaligus menjawab kebutuhan masyarakat Aceh.

Penulis :
Arian Mesa