
Pantau - Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, menegaskan bahwa peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) perempuan merupakan faktor kunci untuk memperkuat kontribusi perempuan dalam pembangunan lintas sektor.
Pernyataan ini disampaikan dalam peluncuran buku Women in Law Enforcement: Mendobrak Gender Trap Polisi Wanita karya Inspektur Jenderal Polisi (Purnawirawan) Juansih di Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Kamis, 11 September 2025.
"Judul dari buku ini sebenarnya tidak hanya refleksi untuk gender trap di sektor keamanan, tapi juga bidang lainnya. Perempuan sebenarnya memiliki kapasitas yang tinggi untuk memegang posisi-posisi penting, tapi seringkali terbentur oleh tantangan internal seperti perannya sebagai ibu, juga tantangan eksternal," ungkap Khofifah.
Perempuan dan Kesetaraan di Institusi Maskulin
Khofifah mencontohkan bahwa di sektor keamanan, keberadaan polisi wanita (Polwan) seharusnya dapat lebih diberdayakan untuk menjawab tantangan profesional dan kepercayaan publik.
"Inilah alasan mengapa pengarusutamaan gender harus diperkuat di semua sektor tanpa terkecuali," tegasnya.
Berdasarkan data Polri tahun 2023, jumlah Polwan hanya sekitar delapan persen dari total personel, dengan proporsi yang lebih kecil lagi di tingkat pimpinan tinggi.
"Ini tugas kita bersama untuk mewujudkan kesetaraan gender secara lebih kualitatif. Perempuan-perempuan kita memang harus semakin dicerdaskan dan diberdayakan. Tapi, lebih dari itu, kita harus mulai memprioritaskan sistem meritokrasi di segala lini, sehingga laki-laki maupun perempuan memiliki peluang yang sama," lanjut Khofifah.
Ia juga menyampaikan apresiasi terhadap perjuangan perempuan yang terus mendorong transformasi institusi yang masih didominasi oleh kultur maskulin.
Peran Strategis Polwan dalam Penanganan Kekerasan
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifatul Choiri Fauziyah, turut menekankan pentingnya peran Polwan, khususnya dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
"Karena kita tahu bahwa terkadang pendekatan yang dilakukan seringkali justru memperparah trauma korban. Di sinilah kehadiran polisi perempuan yang berempati memainkan peran. Mereka membawa sensitivitas pengalaman dan pendekatan yang berbeda dan seringkali lebih efektif dalam menangani kasus-kasus berbasis gender dan kekerasan seksual," jelas Arifah.
Ia menegaskan bahwa Polwan masih menghadapi gender trap berupa diskriminasi dalam kesempatan dan promosi jabatan di lingkungan kepolisian.
"Untuk itu, penting dipahami bahwa kehadiran dan perspektif perempuan dalam institusi kepolisian bukan sekadar pelengkap, tetapi kebutuhan nyata untuk menciptakan sistem hukum yang lebih adil, lebih manusiawi, dan lebih memihak korban," tegasnya.
Kementerian PPPA juga mengingatkan bahwa pengarusutamaan gender tidak bisa dilakukan oleh satu institusi saja.
"Melalui agenda nasional, kita perlu memastikan bahwa perempuan, termasuk Polwan, mendapatkan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat yang sama dengan laki-laki dalam setiap bidang," tandas Arifah.
- Penulis :
- Aditya Yohan