
Pantau - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga menyambut positif pengesahan Undang-Undang APBN 2026 yang menetapkan belanja negara sebesar Rp3.842,73 triliun dan pendapatan negara Rp3.153,58 triliun dengan target defisit 2,68 persen terhadap PDB.
Efisiensi Anggaran dan Pemangkasan Perjalanan Dinas
Lamhot menilai APBN 2026 menunjukkan peningkatan efisiensi, pemerataan pembangunan, dan keberlanjutan fiskal.
Efisiensi terutama dicapai melalui pemangkasan besar-besaran pada pos perjalanan dinas di kementerian dan lembaga.
Sebelumnya, pejabat eselon tinggi dan sektor administrasi mendapat alokasi besar untuk perjalanan dinas luar daerah maupun luar negeri.
"Pemangkasan ini mencakup pengurangan frekuensi perjalanan dinas protokoler, inspeksi, pengawasan, dan studi banding luar negeri, yang dianggap tidak esensial atau dapat digantikan dengan media komunikasi digital dan koordinasi virtual," ungkap Lamhot.
Dana transportasi, akomodasi, dan fasilitas protokoler dialihkan ke program produktif yang menyentuh langsung masyarakat.
Menurut Lamhot, pemangkasan belanja non-produktif ini dinilai strategis agar APBN lebih sehat dan tepat sasaran.
"Saya pikir, pengurangan tersebut memungkinkan konsentrasi anggaran kepada belanja publik yang langsung berdampak ke masyarakat: sektor pendidikan, kesehatan, ketahanan pangan, serta pembangunan infrastruktur di daerah-daerah tertinggal," ujarnya.
Program Prioritas dan Peningkatan Penerimaan Negara
APBN 2026 juga mencerminkan orientasi pemerataan, misalnya transfer ke daerah (TKD) naik dari Rp650 triliun menjadi Rp693 triliun.
Program prioritas meliputi Makan Bergizi Gratis (MBG) sebesar Rp335 triliun, pendidikan Rp769,1 triliun, ketahanan pangan Rp164,7 triliun, dan ketahanan energi Rp402,4 triliun.
" Dari sini saja nampak bahwa sasaran makro ekonominya juga realistis dan jelas, antara lain pertumbuhan ekonomi dipatok pada kisaran 5,2-5,8%, inflasi 1,5-3,5 persen, dan kurs rupiah stabil sekitar Rp16.500-16.900 per dolar AS," jelas Lamhot.
Pemangkasan inefisiensi disebut memberi ruang fiskal lebih besar bagi program prioritas nasional tanpa menaikkan defisit secara drastis.
Meski begitu, target defisit 2,68 persen tetap menuntut peningkatan penerimaan negara agar APBN seimbang.
"Terutama peningkatan penerimaan pajak harus menjadi fokus, baik dari penerapan kebijakan pemajakan yang adil, penguatan administrasi pajak, dan pengurangan kebocoran," ujar Lamhot.
Ia juga menekankan bahwa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) perlu dioptimalkan, terutama dari energi, migas, sumber daya alam, dan regulasi yang mendukung investasi.
"Tujuannya bukan hanya menutupi defisit, tapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi sesuai visi Presiden Prabowo Subianto, yakni pertumbuhan inklusif, kedaulatan pangan dan energi, serta keadilan sosial," tuturnya.
- Penulis :
- Arian Mesa