Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

DPR Soroti Rencana Penutupan 7 SD di Aceh Barat, Minta Pemerintah Cari Solusi Alternatif

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

DPR Soroti Rencana Penutupan 7 SD di Aceh Barat, Minta Pemerintah Cari Solusi Alternatif
Foto: (Sumber: Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani. Foto: Tari/vel.)

Pantau - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, menyoroti rencana Pemerintah Kabupaten Aceh Barat yang akan menutup tujuh Sekolah Dasar (SD) akibat kekurangan murid dan guru, dan menyebut kebijakan ini mengancam hak pendidikan anak di daerah pedalaman.

Ia menyampaikan bahwa keputusan penutupan sekolah tidak bisa diambil secara gegabah karena berdampak langsung terhadap akses pendidikan anak-anak di wilayah terpencil.

"Data lapangan menunjukkan kondisi yang memprihatinkan. Di SDN Paya Baro, anak-anak menangis cemas menghadapi kemungkinan menempuh jarak lima kilometer ke sekolah terdekat," ungkapnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa di SDN Cot Buloh, murid kelas I terpaksa belajar di gudang karena keterbatasan fasilitas dan ruang kelas yang tidak layak.

Penutupan Sekolah Tanpa Solusi Akan Timbulkan Masalah Baru

SDN Paya Baro termasuk salah satu dari tujuh sekolah yang masuk dalam wacana penutupan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Barat karena jumlah siswanya yang sedikit.

Desa Paya Baro diketahui merupakan desa paling ujung di Kecamatan Meureubo.

Dinas Pendidikan Aceh Barat saat ini tengah membentuk tim khusus untuk melakukan kajian akademik sebelum memutuskan apakah sekolah-sekolah tersebut benar-benar akan ditutup.

Menanggapi hal itu, Lalu menegaskan bahwa pendidikan adalah hak dasar yang dijamin konstitusi dan tidak boleh dikompromikan tanpa solusi yang konkret.

"Pendidikan dasar adalah hak konstitusional setiap anak. Penutupan sekolah tanpa skema pengganti yang memadai berpotensi meningkatkan angka putus sekolah, memperberat beban anak, dan melemahkan kualitas pembelajaran," ujarnya.

Ia menyebut bahwa beberapa sekolah, termasuk SDN Paya Baro, justru menunjukkan peningkatan jumlah siswa, yang menjadi indikator adanya potensi untuk dipertahankan dan diperbaiki.

"Kami dari Komisi X DPR RI mendorong pemerintah daerah dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah untuk mencari solusi alternatif sebelum menutup sekolah," ia menegaskan.

Usulan Solusi dan Pentingnya Pendekatan Fleksibel di Daerah Terpencil

Lalu mengusulkan beberapa pendekatan alternatif untuk mengatasi masalah, seperti penggabungan sekolah dengan sistem satelit, penambahan guru kontrak, peningkatan sarana dan prasarana, serta penempatan ulang guru agar tetap bisa mengajar setelah sekolah ditutup.

Menurutnya, penerapan standar nasional pendidikan di daerah pedalaman tidak bisa dilakukan secara kaku karena banyak tantangan geografis, infrastruktur, dan ekonomi yang harus diperhitungkan.

"Penerapan standar nasional pendidikan tidak boleh kaku di daerah pedalaman. Tantangan geografis, infrastruktur, dan ekonomi harus menjadi pertimbangan utama," tegasnya.

Ia menekankan bahwa penutupan sekolah harus menjadi pilihan terakhir setelah seluruh upaya dilakukan, termasuk perbaikan fasilitas, pemberian insentif bagi guru, dan penguatan partisipasi masyarakat.

Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa keberadaan sekolah kecil di pelosok memiliki nilai sosial yang besar dan tidak bisa diukur hanya dari jumlah murid.

"DPR menegaskan pentingnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah untuk menyiapkan anggaran afirmatif yang memungkinkan setiap anak, dari Sabang hingga Merauke, memperoleh pendidikan yang dekat, aman, dan layak," katanya.

Lalu menyimpulkan bahwa setiap keputusan terkait penutupan sekolah harus mengutamakan kepentingan terbaik bagi murid, serta menjamin guru tetap menjalankan perannya sebagai pendidik.

"Keputusan apapun terkait penutupan sekolah harus selalu mengutamakan kepentingan terbaik bagi murid, sekaligus memastikan guru tetap menjalankan peran strategisnya sebagai pendidik bangsa," tutupnya.

Penulis :
Aditya Yohan
Editor :
Tria Dianti