
Pantau - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan kepesertaan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) tidak lagi bersifat wajib setelah mengabulkan uji materi UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera.
Putusan MK: Tapera Bertentangan dengan Konstitusi
Putusan tersebut dibacakan dalam sidang pleno di Ruang Sidang MK, Jakarta, Senin, 29 September 2025.
MK menyatakan Pasal 7 ayat (1) UU Tapera yang mewajibkan setiap pekerja dengan penghasilan minimal upah minimum menjadi peserta Tapera bertentangan dengan UUD 1945.
Ketua MK Suhartoyo menegaskan, "Menyatakan UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera bertentangan dengan Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dilakukan penataan ulang, sebagaimana amanat Pasal 124 UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman."
Wakil Ketua MK Saldi Isra menilai hubungan hukum antara masyarakat dengan lembaga keuangan harus berdasarkan kepercayaan serta kesepakatan bersama.
Ia menekankan bahwa unsur kesukarelaan dan persetujuan adalah dasar penting dalam pembentukan hukum dan penyimpanan dana.
Saldi Isra menambahkan, "Sehingga secara konseptual, tidak sesuai dengan karakteristik hakikat tabungan yang sesungguhnya karena tidak lagi terdapat kehendak yang bebas."
Kritik Terhadap Skema Tapera
MK menilai penyematan istilah tabungan dalam Tapera bermasalah karena diikuti unsur pemaksaan dengan kata wajib.
Saldi Isra menegaskan, "Oleh karena itu, Mahkamah menilai Tapera telah menggeser makna konsep tabungan yang sejatinya bersifat sukarela menjadi pungutan yang bersifat memaksa sebagaimana didalilkan pemohon."
Selain itu, kewajiban Tapera dianggap tumpang tindih dengan skema pembiayaan rumah lain sehingga menimbulkan potensi beban ganda.
Ketentuan tersebut juga berlaku bagi semua pekerja tanpa membedakan status kepemilikan rumah, sehingga menimbulkan ketidakadilan.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menilai permasalahan Tapera bukan hanya pada satu pasal, melainkan pada desain hukum secara keseluruhan.
"Tapera dibentuk dengan konsep tabungan. Namun, hasil akhir hanyalah pengembalian uang simpanan di akhir masa kepesertaan atau masa pensiun. Skema demikian secara inheren tidak mampu memenuhi tujuan utama, yaitu memberikan akses kepada rakyat untuk memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau bagi peserta," ungkap Enny.
Enny menambahkan, "Dengan demikian, berdasarkan pertimbangan hukum di atas, Mahkamah berpendapat Pasal 7 ayat (1) UU 4/2016 harus dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945."
UU Tapera Dibatalkan, Pemerintah Wajib Tata Ulang
Perkara ini diajukan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) dengan Nomor 96, yang menggugat sejumlah pasal dalam UU Tapera.
Enny menegaskan, "Dengan demikian, oleh karena Pasal 7 ayat (1) UU 4/2016 adalah pasal jantung yang telah dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 maka tidak ada keraguan bagi Mahkamah untuk menyatakan UU 4/2016 secara keseluruhan harus dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945."
Putusan MK ini membatalkan UU Tapera secara keseluruhan.
Meski demikian, untuk menghindari kekosongan hukum, MK memberikan waktu dua tahun kepada pemerintah dan DPR untuk menata ulang aturan mengenai pendanaan dan sistem pembiayaan perumahan.
Amar putusan menyebut, “Menyatakan UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera dinyatakan tetap berlaku dan harus dilakukan penataan ulang dalam waktu paling lama dua tahun sejak putusan a quo diucapkan.”
- Penulis :
- Arian Mesa