Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Erick Thohir Ultimatum Dualisme Olahraga: Beri Waktu hingga Akhir 2025

Oleh Leon Weldrick
SHARE   :

Erick Thohir Ultimatum Dualisme Olahraga: Beri Waktu hingga Akhir 2025
Foto: Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Erick Thohir (kiri) bersama Wamenpora Taufik Hidayat (kanan) bersiap mengikuti rapat kerja bersama Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 29/9/2025 (sumber: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Pantau - Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Erick Thohir memberikan waktu tiga bulan atau hingga akhir 2025 bagi organisasi olahraga untuk menyelesaikan persoalan dualisme kepengurusan cabang olahraga melalui musyawarah.

Tegas soal Batas Waktu

"Saya akan memberikan waktu kepada KOI dan KONI atau siapa pun untuk berembuk (menyelesaikan dualisme) sampai akhir tahun ini," kata Erick Thohir dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR RI.

Persoalan dualisme kepengurusan yang disoroti antara lain terjadi di cabang olahraga tenis meja dan tinju.

Erick Thohir berharap Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), dan federasi olahraga dapat menyelesaikan masalah ini lewat musyawarah.

Menurutnya, musyawarah untuk mencapai mufakat adalah landasan dalam membangun bangsa dan negara.

Jika musyawarah tidak tercapai hingga akhir 2025, pemerintah akan mengambil langkah penyelesaian lain.

"KamI akan push secara Undang-Undang-nya, secara regulasinya, mohon maaf kalau nanti ada perbedaan dalam penyelesaiannya karena sudah diberikan waktu untuk musyawarah mufakat," tegas Erick.

Dorongan Evaluasi Diri Organisasi Olahraga

Menpora ingin semua pihak kompak dalam pembinaan olahraga, dengan mencontohkan bahwa kementeriannya sudah berani introspeksi diri, sehingga organisasi olahraga juga perlu mengevaluasi diri.

Erick menegaskan tidak menginginkan adanya kekuasaan tunggal dalam organisasi olahraga, karena hal itu bisa memunculkan praktik korupsi.

"Ini yang kami bilang bahwa kita semua mawas diri. Kalau kami mau introspeksi diri, ya isu dualisme harusnya tidak ada, karena sudah terlalu banyak korban yaitu para atlet sendiri, apalagi korban prestasi nasional," ungkapnya.

Penulis :
Leon Weldrick