
Pantau - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa anggota DPRD Kota Mojokerto, Jawa Timur, Rufis Bahrudin (RFB), sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2023–2024.
Pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyampaikan, “Pemeriksaan bertempat di Gedung Merah Putih KPK atas nama RFB.”
Pemeriksaan terhadap Rufis dilakukan bukan dalam kapasitasnya sebagai anggota DPRD, melainkan sebagai Direktur Utama PT Sahara Dzumirra International, perusahaan yang diduga terlibat dalam penyelenggaraan perjalanan ibadah haji.
Selain Rufis, KPK juga memeriksa saksi lain bernama FNR yang menjabat sebagai Wakil Manajer PT Sahara Dzumirra International.
Berdasarkan catatan KPK, keduanya tiba di Gedung Merah Putih KPK pada pukul 09.34 WIB untuk menjalani pemeriksaan lanjutan terkait kasus tersebut.
Dugaan Korupsi Kuota Haji dan Koordinasi dengan BPK
KPK sebelumnya mengumumkan penyidikan kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada 9 Agustus 2025.
Dua hari sebelumnya, pada 7 Agustus 2025, lembaga antirasuah itu telah meminta keterangan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sebagai bagian dari penyelidikan.
Dalam prosesnya, KPK juga berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian negara akibat kasus ini.
Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan hasil awal penghitungan kerugian negara yang mencapai lebih dari Rp1 triliun serta mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Pada 18 September 2025, KPK menduga terdapat 13 asosiasi dan 400 biro perjalanan haji yang turut terlibat dalam perkara tersebut.
Selain penyelidikan oleh KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga menemukan berbagai kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024.
Salah satu temuan utama pansus adalah pembagian kuota tambahan sebesar 20.000 jemaah yang dilakukan oleh Kementerian Agama dengan rasio 50 banding 50 antara haji reguler dan haji khusus.
Pembagian tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur porsi haji khusus hanya delapan persen dan haji reguler sebesar 92 persen.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf