billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Ketua Komisi VIII Dorong Penguatan Ingatan Kolektif Islam Nusantara Lewat Jejak Syekh Mahmud di Barus

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Ketua Komisi VIII Dorong Penguatan Ingatan Kolektif Islam Nusantara Lewat Jejak Syekh Mahmud di Barus
Foto: (Sumber: Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang (kedua kiri) dalam acara seminar untuk memperingati Hari Santri Nasional yang bertajuk "Titik Nol Islam Nusantara dan Jejak Syekh Mahmud" di Barus, Sumatera Utara, Senin (20/10/2025). ANTARA/HO-Dokumentasi Pribadi.)

Pantau - Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menegaskan pentingnya merawat ingatan kolektif bangsa terhadap jejak awal masuknya Islam di Barus, Sumatera Utara, sebagai bagian dari fondasi nilai dan identitas keislaman nusantara.

Menurut Marwan, sejarah bukan sekadar cerita masa lalu, tetapi merupakan dasar yang menopang cara pandang dan nilai hidup bangsa saat ini.

Ia menyampaikan hal tersebut dalam seminar nasional bertajuk “Titik Nol Islam Nusantara dan Jejak Syekh Mahmud” yang digelar di Barus pada Senin, 20 Oktober 2025 dalam rangka peringatan Hari Santri Nasional.

Penelusuran terhadap figur Syekh Mahmud di Barus disebut sangat penting dalam memahami sanad perjuangan dan penyebaran Islam yang damai, moderat, serta berakar kuat pada budaya lokal.

Kolaborasi Lintas Lembaga dan Rekomendasi Strategis

Marwan mendorong kolaborasi lintas sektor antara akademisi, pemerintah daerah, komunitas ulama, dan pelaku budaya untuk memverifikasi dan menyebarluaskan sejarah Islam di Barus.

Ia menyebut bahwa penguatan sejarah Islam nusantara, khususnya melalui jejak Syekh Mahmud Barus, akan menegaskan posisi Barus sebagai salah satu gerbang awal dakwah Islam di Indonesia.

Seminar yang dihadirinya menghasilkan tiga rekomendasi strategis untuk menindaklanjuti penelusuran sejarah Islam di Barus:

Penegasan sanad perjuangan dan penyebaran Islam di Barus harus dilakukan melalui integrasi riset filologis, genealogi keilmuan, dan kajian sejarah sosial-keagamaan. Hal ini penting untuk memetakan jaringan ulama, tarekat, serta rute perdagangan dan dakwah yang menghubungkan Barus dengan pusat-pusat Islam di kawasan Samudra Hindia.

Penelusuran sejarah berbasis teks, situs, dan artefak dilaksanakan lewat pengumpulan, pengatalogan, dan verifikasi terhadap naskah, prasasti, batu nisan, dan temuan arkeologis lainnya yang berkaitan dengan keberadaan Syekh Mahmud. Proses ini harus memenuhi kaidah ilmiah agar dapat dipertanggungjawabkan secara akademik dan edukatif.

Pembangunan narasi dan infrastruktur memori publik, termasuk pengembangan Museum Barus dan Syekh Mahmud yang berbasis data sejarah tervalidasi. Museum ini akan dilengkapi dengan kurasi pameran, pusat dokumentasi digital, dan program residensi riset untuk mendukung bidang pendidikan, pariwisata sejarah, dan diplomasi budaya.

Upaya tersebut dinilai penting tidak hanya untuk pelestarian sejarah, tetapi juga untuk memperkuat identitas keislaman nusantara yang terbuka, inklusif, dan berakar pada tradisi lokal.

Penulis :
Aditya Yohan