
Pantau - Anggota Komisi VIII DPR RI, Maman Imanul Haq, menegaskan bahwa penurunan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2026 harus diikuti dengan peningkatan kualitas layanan kepada jemaah.
Pernyataan ini disampaikan dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertema “Optimalisasi Persiapan Ibadah Haji 2026: Sinergi Pemerintah – DPR” di Gedung Nusantara, Kamis, 30 Oktober 2025.
“Alhamdulillah, kita telah menetapkan biaya ibadah haji 2026 sebesar Rp87 juta, turun sekitar Rp2 juta dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini salah satunya karena kita berhasil menekan komponen terbesar, yaitu biaya penerbangan,” ungkap Maman.
Ia juga menyampaikan bahwa porsi biaya yang dibayarkan langsung oleh jemaah (bipih) turut turun menjadi sekitar Rp54 juta.
“Ini penurunan yang signifikan. Namun tentu penurunan biaya ini harus dibarengi dengan peningkatan pelayanan, sesuai amanat Undang-Undang Haji dan Umrah,” tegasnya.
Fokus Layanan dan Seleksi Ketat Penyedia Jasa di Arab Saudi
Komisi VIII DPR RI bersama pemerintah telah memastikan peningkatan kualitas layanan di berbagai sektor, termasuk:
- Penerbangan
- Akomodasi di Makkah dan Madinah
- Konsumsi dengan cita rasa nusantara dan kebutuhan gizi
“Kita sudah cek langsung bagaimana standar hotel, katering, dan fasilitasnya. Jemaah Indonesia harus merasakan kenyamanan dan keamanan selama beribadah,” ujar Maman.
Ia menjelaskan bahwa dua syarikah (penyedia layanan haji di Arab Saudi) telah dipilih melalui proses seleksi ketat dari 149 kandidat, disaring menjadi 14, lalu ditetapkan dua terbaik.
“Kementerian Haji dan Umrah harus memastikan dua syarikah ini memberikan pelayanan terbaik. Jangan sampai terulang lagi masalah-masalah tahun sebelumnya,” tambahnya.
Selain aspek pelayanan, Maman menekankan pentingnya pembinaan jemaah sejak jauh hari sebelum keberangkatan.
Penetapan BPIH yang lebih cepat diharapkan memberi waktu bagi jemaah untuk melunasi biaya lebih awal serta mempersiapkan diri secara spiritual dan fisik.
“Saya minta program manasik lebih ditekankan pada pemahaman makna ibadah haji untuk meningkatkan kemabruran, sekaligus aspek teknis seperti cara naik pesawat, penggunaan sabuk pengaman, hingga adaptasi dengan cuaca,” katanya.
Pemeriksaan Kesehatan dan Tantangan Koordinasi di Lapangan
Maman juga menyoroti kebijakan baru terkait pemeriksaan kesehatan jemaah yang kini melibatkan koordinasi langsung dengan Pemerintah Arab Saudi.
“Saya minta Kementerian Haji dan Umrah berkoordinasi agar setiap proses kesehatan jamaah Indonesia didampingi penerjemah Bahasa Indonesia. Jangan sampai jamaah tertahan hanya karena kendala bahasa,” ujarnya.
Pengamat Sosial Politik, Abdul Rochim, menyambut positif penurunan biaya haji ini, namun mengingatkan agar efisiensi tidak mengorbankan kualitas.
“Turunnya biaya ini harus diikuti perbaikan di semua lini. Persoalan haji selalu berulang, mulai dari data manifest, kapasitas tenda di Mina, hingga transportasi di Arab Saudi. Ini harus menjadi perhatian serius,” jelas Rochim.
Ia juga menyoroti bahwa hanya dua syarikah akan menangani lebih dari 221 ribu jemaah Indonesia pada 2026.
“Ini harus dipastikan tidak mengurangi kualitas layanan, mengingat tahun lalu saja dengan lebih banyak syarikah masih ditemukan persoalan seperti ketidaksinkronan data dan pembagian rombongan yang tidak rapi,” ujarnya.
Kementerian Baru Jadi Harapan Perbaikan Pelayanan Haji
Rochim menekankan bahwa pembentukan Kementerian Haji dan Umrah menjadi momentum penting untuk menunjukkan perubahan nyata dalam tata kelola penyelenggaraan ibadah haji.
“Kementerian baru ini lahir atas kerja sama dengan pemerintah Arab Saudi. Maka publik menunggu pembuktiannya — jangan sampai pelayanan justru lebih buruk dari sebelumnya,” katanya.
Diskusi Dialektika Demokrasi menjadi forum penting untuk mempertemukan pandangan DPR, pemerintah, dan publik dalam membahas kesiapan haji tahun 2026.
Meski penurunan biaya dianggap sebagai capaian positif, peningkatan kualitas pelayanan dan pembinaan jemaah tetap menjadi prioritas utama.
- Penulis :
- Aditya Yohan








