
Pantau - Komisi IX DPR RI menyoroti serius penolakan layanan medis terhadap warga Baduy Dalam bernama Repan yang menjadi korban begal di Jakarta karena tidak memiliki KTP, dan menyebut kasus ini sebagai preseden mengkhawatirkan dalam sistem layanan kesehatan nasional.
Rumah Sakit Tak Boleh Tolak Pasien Darurat
Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi menegaskan bahwa jaminan akses pelayanan medis harus berlaku bagi seluruh warga negara tanpa terkecuali, termasuk bagi masyarakat adat yang belum memiliki dokumen kependudukan formal.
"Kasus yang dialami oleh saudara kita dari komunitas Baduy Dalam, yang menjadi korban pembegalan saat berjualan madu dan pada akhirnya kesulitan mendapatkan layanan kesehatan karena tidak memiliki KTP, merupakan sebuah preseden yang sangat mengkhawatirkan. Rumah sakit ataupun fasilitas kesehatan tidak boleh menolak pasien hanya karena persoalan administrasi," ungkapnya.
Repan menjadi korban pembegalan pada Minggu, 2 November 2025 pagi di Rawasari, Jakarta Pusat, dan mengalami luka di tangan kiri.
Selain mengalami luka, Repan kehilangan uang Rp3 juta dan 10 botol madu.
Namun rumah sakit di sekitar lokasi kejadian menolak memberikan perawatan karena Repan tidak memiliki KTP.
Dalam kondisi luka, Repan berjalan kaki ke Tanjung Duren, Jakarta Barat, untuk mencari pertolongan dari kenalannya.
Nurhadi menyatakan bahwa dalam situasi darurat, rumah sakit wajib memberikan pertolongan pertama tanpa mempertimbangkan kelengkapan administrasi.
"Untuk kasus semacam ini, protokol atau SOP-nya harus jelas, bahwa rumah sakit wajib segera memberikan pertolongan pertama, selanjutnya administrasi dapat dilengkapi kemudian," ia menegaskan.
Perlu Sinergi untuk Perlindungan Komunitas Adat
Komunitas Baduy Dalam secara historis memiliki pola hidup yang berbeda, termasuk dalam hal kepemilikan dokumen kependudukan.
Hal ini menjadi kendala serius dalam mengakses layanan dasar, terutama dalam kondisi darurat seperti yang dialami Repan.
Nurhadi mendesak agar pemerintah menjamin masyarakat adat mendapat kemudahan dalam memperoleh dokumen dasar sebagai bentuk perlindungan hak.
Ia mendorong sinergi antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Dinas Kesehatan, dan Dinas Sosial daerah untuk menyiapkan sistem pendukung yang inklusif.
Komisi IX DPR juga akan mendorong regulasi yang menjamin layanan kesehatan darurat bagi warga tanpa dokumen formal serta mempercepat penerbitan KTP atau dokumen alternatif untuk komunitas adat yang belum tercatat secara administratif.
Legislator Daerah Pemilihan Jawa Timur VI itu menyebut bahwa kasus ini harus dijadikan momentum evaluasi menyeluruh terhadap sistem layanan kesehatan nasional.
"Komisi IX DPR siap berkoordinasi dengan pemerintah dan stakeholder terkait untuk memastikan bahwa kejadian seperti ini tidak terulang. Tidak boleh ada warga negara yang ‘terlupakan’ oleh sistem hanya karena persoalan administratif," ia menambahkan.
- Penulis :
- Aditya Yohan








