
Pantau - Komisi III DPR RI secara resmi menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI guna pengambilan keputusan tingkat II.
Seluruh Fraksi dan Pemerintah Sepakat
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, dalam rapat kerja bersama pemerintah, meminta persetujuan anggota komisi dan perwakilan pemerintah untuk melanjutkan pembahasan RUU KUHAP ke tingkat selanjutnya.
"Apakah RUU KUHAP ini dapat kita setujui untuk dibawa ke tingkat selanjutnya, yaitu pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna DPR RI?" ungkapnya.
Seluruh fraksi partai politik yang hadir serta perwakilan dari pemerintah menyampaikan pandangan dan menyatakan persetujuan atas penyelesaian pembahasan RUU tersebut.
Penyusunan RUU ini dilakukan untuk menghadapi tantangan dalam sistem peradilan pidana, terutama terkait transparansi, akuntabilitas, serta perlindungan terhadap hak-hak tersangka, korban, saksi, penyandang disabilitas, perempuan, dan anak.
Selain itu, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi turut menjadi landasan dalam penyusunan pasal-pasal baru, dengan tetap menjunjung tinggi prinsip keadilan dan hak asasi manusia.
Substansi Perubahan Menyesuaikan Tantangan Zaman
RUU KUHAP membawa sejumlah substansi perubahan penting dalam sistem hukum acara pidana di Indonesia.
Perubahan tersebut meliputi penyesuaian terhadap perkembangan hukum nasional dan internasional serta nilai-nilai KUHP baru yang mengedepankan pendekatan restoratif, rehabilitatif, dan restitutif.
Prinsip diferensiasi fungsional ditegaskan dengan pembagian peran yang jelas antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, dan pemimpin masyarakat guna meningkatkan profesionalisme dan akuntabilitas dalam proses peradilan.
Kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum turut diperbaiki dengan memperkuat koordinasi antar lembaga penegak hukum.
Hak-hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi diperkuat, termasuk hak atas bantuan hukum, pendampingan advokat, peradilan yang adil, serta perlindungan dari ancaman dan kekerasan.
RUU ini juga mengatur peran advokat dalam pendampingan hukum secara cuma-cuma serta memberikan perlindungan hukum terhadap profesi advokat itu sendiri.
Mekanisme keadilan restoratif diperkenalkan sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana sejak tahap penyelidikan hingga persidangan.
Kelompok rentan seperti penyandang disabilitas, perempuan, anak, dan lansia mendapatkan perlindungan khusus melalui asesmen kebutuhan dan penyediaan fasilitas ramah disabilitas.
RUU ini juga memperkuat prinsip due process of law dalam pengaturan upaya paksa dengan pembatasan waktu, syarat penetapan, serta kontrol yudisial dari pengadilan.
Inovasi lain mencakup pengenalan mekanisme baru seperti pengakuan bersalah dengan imbalan keringanan hukuman dan penundaan penuntutan bagi pelaku tindak pidana korporasi.
RUU juga memperjelas prinsip pertanggungjawaban korporasi atas tindak pidana, serta mengatur hak korban atas kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi dalam kasus kesalahan prosedur.
Modernisasi sistem hukum acara pidana turut menjadi fokus dengan tujuan menciptakan proses peradilan yang cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel.
- Penulis :
- Arian Mesa







