
Pantau - Polda Banten mengungkap sepuluh kasus penambangan ilegal yang terjadi selama periode Oktober hingga November 2025 di wilayah Serang, Tangerang, dan Lebak, dengan delapan orang tersangka yang kini telah diamankan.
Penambangan Ilegal Didominasi Galian C dan Tambang Emas
Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten mencatat bahwa sepuluh kasus tersebut terdiri atas lima kasus galian C tanpa izin dan lima kasus tambang emas ilegal.
Lokasi aktivitas ilegal ini tersebar di tiga kabupaten, yakni Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Lebak.
Barang bukti yang berhasil diamankan dari lokasi penambangan ilegal meliputi delapan unit ekskavator, surat jalan, hasil penjualan tambang, tabung sianida, peralatan pemurnian, dan jackhammer.
Kapolda Banten Irjen Polisi Hengki menyatakan bahwa pengungkapan kasus ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden untuk menindak tegas seluruh aktivitas pertambangan ilegal di Indonesia.
"Penambangan ilegal harus ditindak secara tegas dan tanpa pandang bulu sebagai wujud komitmen negara untuk melindungi kepentingan masyarakat serta menjaga kelangsungan lingkungan hidup," ungkapnya.
Delapan Tersangka Diamankan, Kerugian dan Dampak Lingkungan Sangat Besar
Delapan orang tersangka berhasil diamankan, masing-masing berinisial YD (58), warga Jakarta Utara; AN (46), warga Rangkasbitung, Kabupaten Lebak; MS (58), warga Cisoka, Kabupaten Tangerang; KR (56), warga Kramatwatu, Kabupaten Serang; MS (63), warga Gunung Kaler, Kabupaten Tangerang; AU (47), warga Cibeber, Kabupaten Lebak; SB (46), dan SS (47), keduanya warga Sukadiri, Kabupaten Tangerang.
Sebanyak tujuh orang diketahui merupakan pemilik kegiatan tambang ilegal, sedangkan satu orang lainnya, SS, diduga membantu operasional tambang ilegal di lapangan.
Motif para pelaku didorong oleh keinginan untuk meraup keuntungan ekonomi tanpa mengurus izin resmi.
"Motif mereka untuk mendapatkan keuntungan ekonomi tapi tidak melengkapi perizinan, jadi ilegal," kata Kapolda Hengki.
Aktivitas tambang ilegal tersebut diperkirakan mencakup lahan seluas 50 hektare, dengan kerugian negara serta dampak lingkungan yang ditimbulkan mencapai Rp18,35 miliar.
"Kegiatan itu tidak hanya merugikan negara, tetapi juga merusak lingkungan dan mengancam keselamatan masyarakat di masa depan," tegas Irjen Hengki.
Para pelaku dijerat dengan Pasal 158 dan Pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dengan ancaman pidana penjara maksimal lima tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.
Kapolda Banten juga mengajak masyarakat untuk turut serta melaporkan aktivitas tambang ilegal yang merusak lingkungan.
"Kepedulian bersama akan membantu kami mewujudkan keamanan lingkungan dan memberi dampak positif bagi kelangsungan hidup masyarakat Banten," ia mengungkapkan.
- Penulis :
- Shila Glorya







