
Pantau - Bendahara Umum (Bendum) Partai NasDem, Ahmad Sahroni, hadir sebagai saksi dalam sidang kasus mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) terkait gratifikasi dan pemerasan.
Hakim dalam sidang kasus kasus mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) terkait gratifikasi dan pemerasan mencecar Bendahara Umum (Bendum) Partai NasDem, Ahmad Sahroni, soal ada atau tidaknya batasan sumbangan ke partai.
"Apakah seperti itu mekanismenya?" tanya majelis hakim, Rianto Adam Pontoh, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (5/6/2024).
"Mekanisme seperti itu dilakukan saat biasanya pada pilihan presiden, Yang Mulia," jawab Sahroni.
Kemudian, hakim kemnbali bertanya kepada Sahroni yang hari ini menjadi saksi dalam sidang kasus SYL. Hakim menanyakan apakah mekanisme itu juga dilakukan saat Pileg dan dibantah Sahroni yang menegaskan kembali bahwa hanya Pilpres saja.
Sahroni juga mengatakan ada pembukuan untuk setiap sumbangan yang masuk ke partai. Ia mengatakan sumbangan untuk kegiatan pilpres ke partai tidak boleh lebih dari Rp1 miliar.
"Apakah ada batasan orang menyumbang ke partai?" tanya hakim.
"Kalau berkegiatan pilihan presiden, ada, Yang Mulia," jawab Sahroni.
"Batasan paling ini berapa?" tanya hakim.
"Rp 1 miliar, Yang Mulia," jawab Sahroni.
Lebih lanjut, kata Sahroni, batasan sumbangan ke partai untuk kegiatan pilpres maksimal Rp1 miliar itu sesuai dengan peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Jadi kalau ada orang yang masuk sumbangan Rp 1 miliar itu, masih wajar, masih bisa diterima?" tanya hakim.
"Karena sesuai peraturan KPU ada, Yang Mulia," jawab Sahroni.
"Kalau lebih dari Rp 1 miliar?" tanya hakim.
"Tidak boleh, Yang Mulia," jawab Sahroni.
"Jadi batasannya Rp 1 miliar, lebih dari itu tidak bisa?" tanya hakim.
"Tidak boleh," jawab Sahroni.
Tidak sampai di situ, hakim juga bertanya tentang apa ada catatan untuk sumbangan kegiatan pilpres ke partai. Sahroni pun mengatakan setiap sumbangan yang masuk baik dari perorangan, simpatisan, maupun badan, dicatat dalam pembukuan.
"Jadi semua orang yang nyumbang itu tercatat resmi ya?" tanya hakim.
"Tercatat," jawab Sahroni.
"Apakah itu perorangan, yang saya bilang tadi, simpatisan, atau dari badan hukum, ya?" tanya hakim.
"Resmi, Yang Mulia," jawab Sahroni.
Sebagai informasi, SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar terkait kasus dugaan korupsi di Kementan dalam rentang waktu 2020 hingga 2023.
Atas perbuatannya, SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
SYL didakwa bersama dua mantan anak buahnya yakni Sekjen Kementan nonaktif Kasdi dan Direktur Kementan nonaktif M Hatta. Kasdi dan Hatta diadili dalam berkas perkara terpisah.
Dalam dakwaannya, jaksa menyebut ada aliran uang gratifikasi SYL ke NasDem. Tak hanya itu, saksi juga mengungkap soal permintaan uang dengan kuitansi berlogo NasDem.
- Penulis :
- Firdha Riris