
Pantau - Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo, mengkritisi ketergantungan Indonesia pada impor bahan baku obat-obatan yang menyebabkan lonjakan harga obat di dalam negeri.
"Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 telah mengatur percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan dengan benar. Namun, evaluasi dan kelanjutannya masih belum jelas dan terkoordinasi dengan baik," ujar Rahmad, Kamis (18/7/2024).
Meskipun pemerintah telah melakukan beberapa langkah, seperti pengadaan alat kesehatan dengan persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) melalui Lembaga Kebijakan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Namun, menurutnya, upaya untuk menekan harga obat masih belum mencapai hasil yang memuaskan.
Rahmad juga mengkritisi kurangnya koordinasi antara kementerian dan lembaga terkait dalam proses tersebut.
Ia menyadari kompleksitas industri farmasi yang memerlukan investasi besar dengan teknologi berbahan kimia untuk pembuatan obat.
"Koordinasi antar kementerian dan lembaga terkait masih kurang. Ini menjadi kendala utama dalam upaya menekan harga obat di pasar domestik," tambahnya.
Dalam upaya mencari solusi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya telah menugaskan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk mengatasi masalah harga obat, tetapi upaya ini belum menghasilkan perubahan yang signifikan.
"Kami di Komisi IX DPR telah membentuk panja (panitia kerja) untuk mengkaji alat kesehatan, farmasi, dan obat-obatan dengan fokus pada pembelian prioritas yang memenuhi standar TKDN tinggi. Namun, kami masih mencari solusi terbaik untuk masalah ini," tambah Rahmad.
Rahmad menegaskan, Indonesia harus segera mengembangkan industri farmasi dalam negeri yang kuat dan mandiri.
"Kita perlu memperkuat industri farmasi nasional agar tidak terlalu bergantung pada impor bahan baku. Hal ini penting untuk memastikan ketersediaan obat yang terjangkau bagi seluruh masyarakat Indonesia," tutupnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas