
Pantau - Desakan Presiden Joko Widodo agar RUU Perampasan Aset segera disahkan kembali mencuat, namun tampaknya belum mendapat respon yang serius dari DPR RI.
Sikap ini dinilai oleh peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, sebagai indikasi bahwa DPR tidak menganggap penting pengesahan RUU tersebut.
"Tak adanya tindak lanjut dari pimpinan DPR untuk menugaskan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) tertentu guna membahas RUU ini bersama pemerintah menunjukkan bahwa DPR tidak serius," kata Lucius saat dihubungi, Jumat (30/8/2024).
Lucius menjelaskan, desakan Presiden Jokowi untuk menyelesaikan RUU tersebut pada masa sidang ini bisa dipahami karena Presiden telah mengirimkan Surat Presiden (Surpres) terkait RUU itu sejak Mei 2024.
Biasanya, setelah Surpres diterima, Badan Musyawarah (Bamus) DPR segera mengagendakan pembahasan dengan memerintahkan AKD terkait sebagai penanggung jawab. Namun, hingga kini, tidak ada perkembangan signifikan yang terjadi.
Lucius juga menyoroti perbedaan sikap DPR dalam membahas RUU lainnya, seperti revisi UU Kementerian Negara, UU Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), UU TNI, dan UU Polri.
Meskipun pembahasan revisi dua UU terakhir telah dihentikan, DPR terlihat antusias dalam menggagas revisi keempat UU tersebut.
Bahkan, dalam kasus revisi UU Pilkada, DPR hanya membutuhkan dua hari untuk merencanakan dan membahas revisi sebelum mencapai kesepakatan pada pembicaraan tingkat II di hari ketiga.
"Perlakuan berbeda DPR terhadap RUU ini menunjukkan cara mereka memandang prioritas, dan kita bisa menyimpulkan dari sikap tebang pilih yang mereka tunjukkan," tambah Lucius.
Presiden Jokowi sebelumnya telah menyatakan pentingnya RUU Perampasan Aset untuk membantu penegak hukum dalam memberantas korupsi dan tindak pidana lainnya. Bahkan, pemerintah sudah mengajukan RUU ini sejak 2012.
Namun, Ketua DPR RI Puan Maharani justru mempertanyakan manfaat jika pembahasan RUU Perampasan Aset dipercepat.
"Apakah dipercepat akan menjadi lebih baik, itu tolong tanyakan ke Jokowi," ujar Puan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (29/8/2024).
Menurutnya, setiap pembahasan undang-undang harus memenuhi persyaratan hukum dan mekanisme yang ada serta mendapatkan masukan dari seluruh elemen masyarakat yang dibutuhkan.
- Penulis :
- Aditya Andreas