
Pantau - Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun menyoroti sikap PDIP yang dianggap tidak konsisten terkait pembahasan dan implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Menurutnya, PDIP tidak seharusnya bersikap seolah-olah tidak terlibat dalam proses politik yang melahirkan UU tersebut.
UU HPP, yang disahkan pada 7 Oktober 2021 melalui UU No. 7 Tahun 2021, mengatur kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) secara bertahap, dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022, dan akan naik menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.
"Presiden telah bersumpah menjalankan konstitusi dan undang-undang dengan selurus-lurusnya. Maka, menjalankan amanat UU HPP, termasuk kenaikan PPN menjadi 12 persen, adalah konsekuensi yang harus dijalankan," ujar Misbakhun, Senin (23/12/2024).
Misbakhun menilai, langkah PDIP yang kini menolak kenaikan PPN sebagai bentuk upaya cuci tangan politik. Ia mengingatkan bahwa kader PDIP, Dolfie OFP, pernah menjabat Ketua Panja RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), yang kemudian menjadi UU HPP.
"Jika sekarang PDIP menolak, itu seperti meninggalkan arena setelah terlibat sepenuhnya dalam pembahasan," tegasnya.
Baca Juga: Kritik NasDem terhadap PDIP soal Penolakan PPN 12 Persen: Cuma Mau Raih Simpati Publik
Ia juga menyoroti bahwa Fraksi Partai Golkar, tempat ia bernaung, sempat tidak dilibatkan dalam beberapa pertemuan lobi pembahasan UU tersebut. Hal ini disebabkan sikap kritis Golkar terhadap sejumlah isu dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).
Meski demikian, Golkar berhasil memperjuangkan penurunan tarif pajak untuk UMKM dari 1 persen menjadi 0,5 persen, sebagai wujud keberpihakan kepada sektor usaha kecil.
"Setelah UU disetujui, maka UU harus dijalankan demi tertib bernegara dan berkonstitusi," ujarnya.
Ia menambahkan, Presiden Prabowo telah mengambil langkah bijaksana dalam implementasi kenaikan PPN, dengan membatasi penerapannya pada barang tertentu, seperti barang mewah, sambil tetap memperhatikan kondisi ekonomi dan kebutuhan insentif bagi masyarakat serta dunia usaha.
"Rakyat perlu tahu sikap PDIP yang berubah-ubah. Ketika berkuasa berkata satu hal, dan saat di luar kekuasaan justru berbicara sebaliknya," pungkasnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas