
Pantau - Tepat 20 tahun lalu, pada 26 Desember 2004, gempa bumi berkekuatan 9,1 skala Richter mengguncang wilayah Samudra Hindia, memicu tsunami dahsyat yang menjadi salah satu bencana alam paling mematikan dalam sejarah modern.
Aceh menjadi daerah paling terdampak, dengan lebih dari 170 ribu jiwa meninggal dunia dan ribuan lainnya kehilangan tempat tinggal.
Tragedi ini dimulai pada pukul 07.58 WIB, ketika gempa berkekuatan besar mengguncang pantai barat Sumatra. Beberapa menit kemudian, gelombang tsunami setinggi 30 meter menghantam pesisir Aceh, menyapu bersih desa-desa, kota, dan infrastruktur. Dalam waktu kurang dari satu jam, kehidupan di Aceh berubah total.
Dalam hitungan hari, dunia internasional mulai merespons. Pada 27 Desember 2004, berbagai negara mengirimkan bantuan kemanusiaan.
Operasi penyelamatan dan evakuasi berlangsung selama berminggu-minggu, meskipun kondisi medan yang rusak parah menyulitkan upaya tersebut.
Baca Juga: Delisa Kenang Tsunami Aceh 2004, Bagikan Momen Mengharukan di Instagram
Pada 2005, dimulai program rekonstruksi besar-besaran di bawah koordinasi Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias (BRR).
Proyek ini melibatkan pemerintah, lembaga internasional, dan masyarakat setempat. Infrastruktur seperti rumah, sekolah, dan fasilitas kesehatan dibangun kembali.
Pada 2010, Aceh mulai menunjukkan pemulihan signifikan. Sistem peringatan dini tsunami dan jalur evakuasi didirikan untuk mencegah dampak serupa di masa depan. Aceh juga mengalami perubahan sosial-ekonomi yang positif, meskipun proses rekonsiliasi dengan trauma masa lalu tetap berjalan.
Kini, pada 2024, masyarakat Aceh memperingati dua dekade tragedi tersebut dengan doa bersama, tabur bunga, dan refleksi tentang perjalanan panjang menuju pemulihan di Masjid Baiturrahman, Bandara Aceh.
Momentum ini juga menjadi pengingat pentingnya mitigasi bencana dan kesiapsiagaan menghadapi ancaman serupa.
- Penulis :
- Aditya Andreas