
Pantau - Sebanyak 235 jemaah haji Indonesia meninggal hingga hari ke-42 operasional ibadah haji 2025. Arab Saudi mempertanyakan keputusan Indonesia memberangkatkan lansia sakit.
Anggota Timwas Haji DPR RI, dr. Edy Wuryanto, menyampaikan kritikan keras Kerajaan Arab Saudi harus dijadikan peringatan serius oleh pemerintah Indonesia.
“Masukan dari Pemerintah Arab Saudi ini harus menjadi perhatian serius. Mereka bahkan menyampaikan pertanyaan keras: ‘Why do you bring people to death here?’ Mengapa Anda kirim jemaah ke sini hanya untuk meninggal?” kata dr. Edy di Daker Madinah, Kamis (12/6/2025).
Menurut dr. Edy, tingginya angka kematian jemaah Indonesia menandakan lemahnya sistem skrining kesehatan sebelum keberangkatan. Ia menekankan seleksi kesehatan mestinya dilakukan secara ketat oleh Kementerian Kesehatan dan dinas daerah.
Skrining Fisik Diulang Menjelang Berangkat
dr. Edy menegaskan, istitha'ah—kemampuan fisik menjalankan ibadah—harus menjadi syarat mutlak pemberangkatan jemaah. Ia juga meminta agar lansia dengan penyakit berat tidak dipaksakan berangkat.
“Menteri Kesehatan dan seluruh jajarannya, termasuk Dinas Kesehatan di tingkat kabupaten/kota, harus lebih ketat dalam menyeleksi calon jemaah. Syarat istitha’ah atau kemampuan fisik harus menjadi prioritas. Terutama bagi lansia yang memiliki penyakit kompleks, apalagi penyakit terminal yang diprediksi tidak mampu menyelesaikan seluruh rukun haji. Mereka sebaiknya tidak diberangkatkan,” tegasnya.
Berdasarkan data dari Siskohat Kementerian Agama (Kemenag) RI yang diakses Kamis (12/6/2025), jumlah kematian jemaah mencapai 235 orang. Jumlah tersebut melonjak sejak puncak ibadah wukuf di Arafah pada 5 Juni 2025.
dr. Edy meminta agar skrining dilakukan ulang menjelang hari keberangkatan. Ia menyarankan adanya sistem penggantian calon jemaah bila secara medis tidak layak berangkat.
“Skrining itu harus dilakukan sebelum berangkat. Kalau ternyata kondisi kesehatannya tidak memungkinkan, bisa digantikan oleh anak atau kerabatnya. Skema penggantian ini harus mulai disosialisasikan,” jelasnya.
dr. Edy juga mengingatkan, masa tunggu panjang tidak bisa menjadi alasan memaksakan keberangkatan. Ia menilai negara tetap wajib melindungi keselamatan jemaah, bukan sekadar memenuhi kuota.
“Ini menjadi tanggung jawab bersama untuk menekan angka kematian jemaah, dan menjaga martabat bangsa dalam pelaksanaan ibadah haji,” pungkasnya.
- Penulis :
- Khalied Malvino
- Editor :
- Tria Dianti