
Pantau - Fenomena calon tunggal dan kotak kosong menjadi perhatian dalam Pilkada serentak 2024 di Indonesia.
Kondisi ini mencuat di berbagai wilayah, termasuk Lampung Barat, yang dianggap mencerminkan potensi krisis demokrasi dan menimbulkan kekhawatiran mengenai partisipasi pemilih serta kualitas demokrasi di tingkat daerah.
Menurut data dari KPU RI, ada 38 wilayah di Indonesia yang hanya memiliki calon tunggal dalam Pilkada, di mana satu-satunya lawan yang dihadapi adalah kotak kosong.
Fenomena ini semakin banyak terjadi menjelang Pilkada 2024, termasuk di Lampung Barat, yang menjadi salah satu dari dua wilayah di Provinsi Lampung yang menghadapi kondisi ini.
Ahmad Suban Rio, seorang aktivis gerakan mahasiswa asal Lampung Barat, menyuarakan kekhawatiran bahwa kemunculan calon tunggal dan kotak kosong dapat dianggap sebagai tanda awal krisis demokrasi di Indonesia.
Menurutnya, fenomena ini bisa menurunkan kualitas partisipasi pemilih karena masyarakat cenderung berasumsi bahwa calon tunggal otomatis akan menang tanpa adanya persaingan yang memadai.
"Fenomena kotak kosong perlu kita curigai sebagai awal dari krisis demokrasi di Indonesia. Bagaimana tidak, calon tunggal hampir pasti menang, dan ini bisa mengurangi semangat masyarakat untuk ikut serta dalam proses demokrasi," ujar Rio.
Kondisi ini mencerminkan tantangan besar bagi demokrasi di Indonesia, di mana Pilkada seharusnya menjadi ajang partisipasi politik masyarakat secara aktif.
Namun, dengan tidak adanya pilihan yang kompetitif, masyarakat mungkin merasa apatis dan enggan datang ke tempat pemungutan suara (TPS), yang pada akhirnya mempengaruhi tingkat partisipasi pemilih.
Rio menegaskan, pentingnya memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa proses demokrasi tetap harus berlangsung meskipun hanya ada calon tunggal.
“Dalam situasi ini, kotak kosong bisa menjadi opsi valid yang diakomodasi oleh regulasi pemilu,” bebernya.
Namun, tantangan yang dihadapi adalah kotak kosong tidak memiliki tim sukses atau dukungan kampanye, yang mengakibatkan banyak pemilih merasa tidak perlu datang ke TPS.
“Pada Pilkada mendatang, calon tunggal otomatis akan berjuang keras untuk mendatangkan pemilih. Sebaliknya, kotak kosong tidak memiliki mesin politik atau tim sukses, yang membuat masyarakat mungkin enggan berpartisipasi,” tambah Rio.
Maka dari itu, ia menekankan pentingnya kampanye yang mengedukasi masyarakat mengenai hak mereka untuk memilih kotak kosong jika merasa tidak puas dengan calon tunggal yang ada.
- Penulis :
- Aditya Andreas
- Editor :
- Aditya Andreas