
Pantau - Peneliti Utama Netgrit, Hadar Nafis Gumay menyoroti beberapa faktor yang berkontribusi pada penurunan tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada 2024.
Salah satu faktor utama adalah jarak waktu yang terlalu dekat antara pelaksanaan Pilpres dan Pilkada, yang dinilai menyebabkan kelelahan dan kejenuhan di kalangan pemilih.
“Kita baru saja menyelesaikan Pemilu (Pilpres), lalu disusul Pilkada. Ada semacam kelelahan, bahkan kejenuhan, sehingga sebagian masyarakat merasa tidak termotivasi untuk berpartisipasi,” ujar Hadar, Sabtu (30/11/2024).
Hadar juga menyoroti kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap paslon yang bertarung dalam Pilkada sebagai faktor lain yang signifikan.
Baca Juga: Angka Golput Tinggi, Komisi II Bakal Evaluasi Pilkada Serentak
Ia menilai, banyak pemilih merasa kandidat tidak merepresentasikan aspirasi mereka dan pesimis bahwa mereka mampu membawa perubahan berarti bagi daerah.
“Akibatnya, sebagian memilih untuk tidak datang ke TPS atau mencoblos tidak sah,” beber mantan Komisioner KPU tersebut.
Selain itu, Hadar mencatat kurang efektifnya peran lembaga penyelenggara pemilu dan instansi terkait dalam menjalankan sosialisasi dan kampanye publik.
Ia menilai, banyak masyarakat yang kurang terinformasi mengenai pelaksanaan Pilkada atau tidak merasa penting untuk ikut serta.
“Kampanye untuk meningkatkan minat masyarakat memilih kurang luas dan tidak berjalan maksimal. Bahkan, ada masyarakat yang tidak tahu bahwa Pilkada sedang berlangsung,” tambahnya.
Hadar juga mengungkapkan tingginya angka surat suara tidak sah sebagai indikator rendahnya partisipasi pemilih.
Baca Juga: Nasib Kotak Kosong di Pilkada 2024: Antara Kemenangan dan Tantangan Demokrasi
Di DKI Jakarta, surat suara tidak sah mencapai lebih dari 8 persen, angka yang dianggap tinggi untuk model pemilihan sederhana seperti Pilkada.
“Ini menunjukkan bahwa banyak pemilih yang memilih menyatakan ketidakpuasan mereka melalui surat suara tidak sah,” ungkapnya.
Hadar menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh untuk meningkatkan partisipasi pemilih di masa depan. Salah satu langkah yang diusulkan adalah memperpanjang jarak waktu antar pemilu.
“Jarak antara satu pemilihan dengan lainnya idealnya minimal satu setengah tahun, agar pemilih tidak merasa jenuh,” tandasnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas
- Editor :
- Aditya Andreas