
Pantau - Bawaslu RI mendorong agar revisi Undang-Undang Pemilihan Umum (Pemilu) dan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dapat memperkuat aturan kuota keterwakilan perempuan dalam tim seleksi dan keanggotaan penyelenggara pemilu.
Anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty, dalam konferensi pers Konsolidasi Nasional Perempuan Pengawas Pemilu, mengatakan bahwa salah satu langkah penguatan tersebut adalah mengubah kata “memperhatikan” dalam pasal yang mengatur kuota keterwakilan perempuan 30 persen menjadi “mewujudkan”.
“Revisi ini penting agar pemenuhan kuota minimal 30 persen perempuan dalam keanggotaan penyelenggara pemilu, mulai dari tim seleksi hingga penyelenggara terpilih, dapat terwujud dengan lebih nyata,” ujar Lolly di Badung, Bali, Minggu (22/12/2024).
Baca Juga:
Bawaslu Tekankan Pentingnya Penguatan Pengawasan Partisipatif untuk Menjaga Integritas Pemilu
Saat ini, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menggunakan kata “memperhatikan” dalam mengatur keterwakilan perempuan dalam penyelenggara pemilu, seperti yang tercantum pada Pasal 92 ayat (11). Frasa tersebut menyebutkan bahwa komposisi keanggotaan Bawaslu dan lembaga terkait harus “memperhatikan” keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.
Lolly menjelaskan bahwa penggantian frasa ini menjadi “mewujudkan” penting karena suara perempuan dalam lembaga penyelenggara pemilu sering kali tidak terdengar. Oleh karena itu, Bawaslu mendorong agar perubahan tersebut dapat tercantum dalam revisi UU Pemilu dan UU Pilkada.
“Secara kelembagaan, kami akan memberikan catatan reflektif dalam rapat pleno, dan tentu saja proses ini akan melibatkan Baleg serta Komisi II DPR,” kata Lolly.
Selain itu, penguatan kuota keterwakilan perempuan ini merupakan salah satu rekomendasi Bawaslu yang dihasilkan dari Konsolidasi Nasional Perempuan Pengawas Pemilu yang bertema “Perempuan Berdaya Mengawasi.”
Bawaslu juga menginginkan revisi UU Pemilu dan UU Pilkada yang lebih inklusif dan demokratis, dengan mengatur pemenuhan kebutuhan dasar perempuan penyelenggara pemilu, seperti cuti hamil dan menyusui pada tahapan-tahapan pemilu.
Lebih lanjut, Bawaslu juga berharap revisi UU tersebut dapat menciptakan lingkungan kerja penyelenggara pemilu yang ramah anak dan perempuan, serta menghapus stereotipe gender dalam keterwakilan perempuan sebagai peserta pemilu.
- Penulis :
- Ahmad Ryansyah